Sabtu, 4 Oktober 2025

Gubernur Edy Rahmayadi Digugat Eks Kadis PUPR Sumut Buntut Pencopotan Jabatan: Dia Adik Kelas Saya

Keputusan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, mencopot Kepala Dinas PUPR Sumut Bambang Pardede berbuntut panjang. Bambang menggugat Edy ke PTUN.

Editor: Adi Suhendi
TRI BUN MEDAN/DANIL SIREGAR
Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi memberikan tanggapan soal langkah eks Kadis PUPR Sumut melayangkan gugatan karena tak terima dicopot dari jabatan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, mencopot Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Bambang Pardede berbuntut panjang.

Sekadar informasi Bambang Pardede dicopot dari jabatan Kasis PUPR Sumut tepat pada hari Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau jalan rusak di Labuhan Batu Utara (Labura), Sumut, Rabu (17/5/2023).

Bambang Pardede yang tidak terima dicopot Edy Rahmayadi dari jabatannya berniat melakukan upaya hukum dengan menggugat Edy Rahmayadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait SK pembebastugasannya dari jabatan Kadis PUPR dan SK demosi dirinya dari Eselon II ke Eselon III.

Kuasa Hukum Bambang Pardede, Raden Nuh mengatakan gugatan dilayangkan karena Gubernur Edy Rahmayadi tidak merespons protes yang sudah dilayangkan pihaknya beberapa waktu lalu.

Di samping itu, kata Raden, Bambang Pardede juga telah menyampaikan temuan-temuan pelanggaran undang-undang oleh Gubernur Sumut terkait penerbitan keputusan gubernur yang mencopot Bambang Pardede dari jabatan Kadis PUPR Sumut kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri, Menpan RB, Ketua KASN, Kepala BKN dan seterusnya.

Baca juga: Pengamat Sumatera Utara Ini Minta Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah Tidak Umbar Konflik di Media

"Dikarenakan hingga hari ini, Gubernur Sumatera Utara tidak menanggapi upaya keberatan yang diajukan Pak Bambang Pardede, maka beliau akan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan atas Keputusan Gubernur Sumatera Utara yang cacat hukum dan melanggar hukum tersebut," ungkap Raden dilansir dari tribun-medan.com, Rabu (21/6/2023).

Ia menuturkan, terkait Keputusan Gubernur Sumut (Gubsu) yang mencopot Bambang Pardede terdapat banyak pelanggaran hukum atau Undang-undang oleh Gubsu di antaranya keputusan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan tidak memiliki alasan yang sah.

“Mengenai pembebasan dari tugas jabatan Ir Bambang Pardede MEng, sebagaimana dalam Keputusan Gubsu sekurang-kurangnya telah terjadi pelanggaran hukum oleh Gubsu yaitu pelanggaran ketentuan dalam Pasal 6, 8, 9, 10, 17, dan Pasal 18 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, yang pada pokoknya telah terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh Gubsu dalam penerbitan Keputusan Gubernur tersebut,” ungkapnya.

Baca juga: Edy Rahmayadi Maju Lagi di Pilgub Sumut 2024, Begini Tanggapan Bobby Nasution

Mengingat terjadi banyaknya pelanggaran hukum oleh Gubernur tersebut, Raden meminta Gubsu Edy Rahmayadi untuk segera memperbaiki kekeliruannya dengan membatalkan Keputusan Gubernur Nomor 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023.

Ditambah Raden, Gubernur Sumut tidak perlu merasa malu atau kehilangan muka dengan pembatalan keputusan tersebut.

Karena, kata Raden, hal itu merupakan solusi terbaik yang dapat ditempuh agar terhindar dari sanksi hukum atas pelanggaran undang-undang yang dilakukannya.

“Siapa pun yang membaca Keputusan Gubernur Nomor 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023 perihal Pembebasan Ir Bambang Pardede MEng dari Tugas Jabatan Tinggi Pratama Kadis PUPR pasti menemukan cacat hukum dan banyak pelanggaran dalam keputusan tersebut,” katanya.

Menurut ketentuan undang-undang, pembebasan dari tugas jabatan seorang ASN (aparatur sipil negara) adalah merupakan penjatuhan sanksi atau hukuman disiplin berat yang dilakukan ASN yang bersangkutan.

Pembebasan dari tugas jabatan tersebut baru dapat dijatuhkan apabila ASN yang bersangkutan terbukti telah melakukan pelanggaran disiplin berat atau kinerja yang bersangkutan terbukti jauh di bawah standar yang ditetapkan.

Itu pun terhadap ASN tersebut harus diberi kesempatan selama enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya.

“Faktanya Ir Bambang Pardede tidak melakukan pelanggaran disiplin dan tidak pula berkinerja buruk, pencopotan Ir Bambang Pardede dari Kadis PUPR Sumut oleh Gubsu sama sekali tidak ada dasarnya. Beliau tidak pernah dinyatakan kinerjanya di bawah standard dan tidak pernah pula diberi peringatan apalagi diberi waktu selama enam bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Tiba-tiba saja Gubsu mencopot beliau dari Kadis PUPR Sumut. Hal ini menunjukkan kesewenang-wenangan Gubsu dalam menjalankan tugas dan jabatannya sebagai Gubernur Sumatera Utara. Indonesia adalah negara hukum, gubernur bukan raja, ia wajib tunduk dan patuh pada undang-undang,” ucapnya.

Selain terdapat banyak pelanggaran hukum oleh Gubernur Sumatera Utara dalam penerbitan Keputusan Gubernur Nomor 100.3.3.1/2344/V/2023 tanggal 17 Mei 2023, juga terdapat dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh oknum-oknum BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Sumut berupa pemalsuan akun ASN milik Bambang Pardede.

“Atas dugaan tindak pidana Pasal 30 dan 32 UU ITE tersebut, Ir Bambang Pardede selaku korban telah membuat laporan pengaduan kepada Polda Sumatera Utara. Kami harapkan penyidik segera dapat menuntaskan dugaan tindak pidana ini yang menurut kami erat hubungannya dengan penerbitan Keputusan Gubsu yang cacat hukum dan Pelaksanaan Seleksi Jabatan Kadis PUPR Sumut yang tidak sesuai ketentuan undang-undang," katanya.

Gubernur Sumatra Utara Edy Rahmayadi menanggapi protes yang dilayangkan oleh eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut Bambang Pardede.

Mantan anak buahnya itu juga berencana melaporkan Edy Rahmayadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait SK pembebas tugasannya dari jabatan Kadis PUPR dan SK demosi dirinya dari Eselon II ke Eselon III.

"Jadi begini, jabatan itu bukan hak, jabatan itu adalah kepercayaan. Mudah-mudahan tahu lah itu semua. Tetapi kalau gaji itu hak," ujar Edy Rahmayadi saat diwawancarai di kantornya, Kamis (22/6/2023).

Menyikapi upaya hukum tersebut, Edy Rahmayadi menilai, protes yang dilakukan Bambang Pardede sah-sah saja.
Tetapi, ia memastikan bahwa keputusan terhadap Bambang Pardede sudah sesuai dengan evaluasi kinerja.

"Ya boleh-boleh saja kita protes sana sini, tetapi semua inikan ada standard kinerja. Ada yang mengatur, saya inikan hanya sebagai ketua, tapi prosedur itu harus dilaksanakan," katanya.

Menurut Mantan Pangkostrad itu, semua Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai kinerjanya yang dilakukan oleh tim khusus.

"Silakan saja (melapor), inikan juga atas seizin KASN, semua itu ada aturannya, makanya di eselon II itu kalau tentara jenderal itu, dia ada estetika, ada skill kemampuannya, jadi tuntutannya di situ. Sehingga dinilai lah kinerja, siapa yang menilai? Ada timnya," ungkapnya.

"Semua ini dinilai ini, yang tak dinilai saya saja, sama wagub, karena saya pejabat politik. Yang menilai saya siapa? Rakyat," ucapnya.

Edy pun mengaku Bambang Pardede belum pernah menemuinya secara langsung untuk membicarakan protesnya terhadap keputusan gubernur.

"Tak ada (menanyakan). Katanya ada suratnya ke saya, alah ngapain surat-suratan, kan dekat saja, orang satu Medan di sini. Datang saja ke tempat saya nanti kan dijawab," ucapnya.

Edy Rahmayadi mengaku sudah memberikan peringatan kepada eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut Bambang Pardede sebelum mencopotnya dan menurunkan jabatannya ke Eselon III.

Edy juga mengaku sangat dekat dengan Bambang Pardede yang merupakan juniornya di SMA Negeri 1 Medan.

"Tiga kali sudah dikasih peringatan dari organisasi, semua berlaku sama, perkara dekat oh dekat sekali. Orang dia adik kelas saya di SMA Negeri 1," katanya.

Edy menuturkan, kesalahan fatal yang dilakukan Bambang Pardede sehingga harus didemosi (penurunan jabatan) adalah murni karena kinerja.

"Kinerja (kesalahannya), salah satunya (proyek Rp 2,7 triliun) kalau saya bilang tidak nanti tak bagus juga. Itu salah satunya, tapi kinerja, kinerja semua ini kan ada rapotnya ini," katanya.

Edy juga menyesalkan jika Bambang Pardede menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Edy menilai, seharusnya Bambang dapat menemuinya secara langsung.

"Berarti kalian bisa menilai, kok menggugat, saya inikan komandannya masa menggugat harusnya dia datang saja sehingga dijelasin," pungkasnya. (Tribunmedan.com/ Rechtin Hani Ritong)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved