Dilecehkan Tetangga Depan Rumah, Remaja Semarang Enggan Lapor Polisi dan Ungkap 3 Alasannya
Kepala Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Nihayatul Mukaromah menyebut banyak kasus kekerasan seksual di lingkungan keluarga tak sampai ke ranah hukum
"Hasilnya anaknya atau korban memang mengalami trauma dan ketakutan saat menceritakan ayahnya atau pelaku," bebernya.
Menurutnya, kasus itu berlangsung lama dan terbelit-belit.
Korban merasa frustasi karena kasus itu sudah berangsur lama dan tak kunjung usai.
Pihak korban sering mendatangi pihak penyidik namun penyidik selalu beralasan tak di tempat.
Korban akhirnya merasa capek karena rak ada kejelasan kasus dari kepolisian.
"Terlebih ibu korban sehingga mereka memilih tak melanjutkan kasus tersebut," paparnya.
Dijelaskan,korban akan semakin kesulitan menempuh jalur hukum semisal pelaku memiliki jabatan strategis atau memiliki uang.
Hal itu biasanya diproses penyelidikan agak berat.
"Ketika ada kasus seperti itu sebaiknya memang harus ada akses rumah aman bagi korban," tuturnya.
Ia menyebut, sejauh ini masih dijumpai respon kurang baik dari aparat penegak hukum ketika mendapatkan laporan terkait aksi kekerasan seksual yang menyasar korban dengan pelaku orang terdekat.
Menurutnya, selalu ada tanggapan beberapa oknum kepolisian yang secara pribadi menanyakan kepada korban dan pendamping hukumnya terkait keseriusan laporan tersebut.
"Petugas kepolisian malah meminta agar korban menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan karena melihat pelaku masih kerabat baik itu ayahnya, kakeknya, pamannya dan lainnya," katanya.
Ia menuturkan, aparat penegak hukum perlu pelatihan dan penguatan bagi penyidik yang menangani kasus kekerasan seksual khusunya di Unit PPA.
Di Jawa Tengah, pelatihan seperti itu sudah ada namun tidak cukup hanya sekali dua kali lantaran penyidik tentu ada pindah tugas atau rolling sehingga pelatihan harus rutin.
"Ini sangat penting karena menyangkut perspektif.