Sate Beracun
Sate Beracun, Bermaksud Racuni Penyidik Polisi, Wanita Ini Beli Sianida Secara Online
Seorang wanita yang diduga sebagai pengirim paket sate beracun kini telah meringkuk di tahanan Polres Bantul, Yogyakarta.
Penelusuran Tribun Jogja, T pernah mendapatkan penghargaan dari Polda DIY pada 2017 silam sebagai penyidik terbaik.
Timbul pun membenarkan adanya informasi tersebut dan menegaskan bahwa T memang penyidik senior dengan kinerja yang baik.
"Ya karena sudah senior direskrim Polresta, artinya memang bisa bekerja," terang dia.
Polisi melakukan penyelidikan terkait kasus Paket Sate Bakar di Bantul (Dok Polsek Sewon | Ilusrasi paket sate)
Namun demikian, Timbul belum memastikam sudah berapa lama T bertugas sebagai penyidik di Satreskrim Polresta Yogyakarta.
"Kalau itu belum tahu pasti, yang jelas dia sudah senior," tegasnya.
Menurut Timbul, selama mengabdi di jajaran Satreskrim Polresta Yogyakarta, T dikenal ramah dan baik kepada siapa pun.
Ia cukup terkejut lantaran ada seseorang yang mengirim paket sate beracun ke rumahnya, yang pada akhirnya justru salah sasaran dan menelan korban bocah berusia 10 tahun bernama Naba Faiz Prasetya, Warga Bangunharjo, Sewon, Bantul.
"Dia dikenal ramah, dan biasa-biasa saja dengan rekan-rekan di Polresta. Kalau untuk alasan mengapa dikirimi sate beracun ya itu kewenangan penyidik yang menangani," pungkasnya.
Pembunuhan Berencana
Dr G Widiartana SH MHum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), mengatakan kasus pengirim paket sate beracun ini pada dasarnya sudah masuk dalam kategori pembunuhan berencana.
“Setiap pembunuhan dengan racun dapat dipastikan merupakan pembunuhan berencana,” katanya kepada Tribun Jogja, Sabtu (1/5/2021).
Ia menjelaskan, hal itu lantaran ada jeda waktu yang cukup banyak antara niat dengan pelaksanaan perbuatan yang menghilangkan nyawa orang.
Ditanya mengenai hukuman apa yang bakal diterima pelaku, Widiartana menambahkan, pelaku bisa saja dihukum mati.
“Ancaman sanksinya maksimal pidana mati,” tambah anggota Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia (APVI) itu.
Widiartana mengatakan, ancaman hukuman itu sudah dirumuskan dalam Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)