Erupsi Gunung Merapi
Suhu Udara Terasa Lebih Panas, Benarkah Dampak Aktivitas Gunung Merapi?
Suhu udara lebih panas daripada biasanya dirasakan di sebagian kota di pulau Jawa, seperti Yogyakarta, Surabaya hingga Semarang. Ini dampak Merapi?
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Sejak awal November 2020, suhu udara yang lebih panas daripada biasanya dirasakan di sebagian kota di pulau Jawa, seperti Yogyakarta, Surabaya hingga Semarang. Benarkah dampak aktivitas gunung Merapi?
Kondisi ini bahkan dirasakan sejak pagi hingga malam hari.
Sebagian masyarakat pun mempertanyakan apakah hal ini dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Merapi yang terus meningkat hingga kini.

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) telah menetapkan peningkatan status Gunung Merapi dari waspada menjadi siaga pada 5 November 2020.
Kendati demikian, BPPTKG menjelaskan udara panas yang dirasakan masyarakat akhir-akhir ini tidak dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Merapi.
Baca juga: BPPTKG Yogyakarta Sebut Potensi Letusan Gunung Merapi Tak Akan Sebesar Erupsi 2010
Baca juga: Warga di Zona Bahaya Erupsi Gunung Merapi Diminta untuk Manut Instruksi Pemerintah
"Udara panas yang sedang dirasakan saat ini bukan merupakan (efek) aktivitas Merapi," ujar Hanik, Rabu (11/11/2020).
Ia menerangkan, meningkatnya aktivitas Gunung Merapi memang berdampak pada peningkatan suhu di sekitar kawah.
Namun, tidak akan berdampak secara global.

"Aktivitas Merapi kalau sedang meningkat memang ada peningkatan suhu kawah. Tapi suhu kawah ini ya ada di sekitar kawah saja. Tidak sampai global. Apalagi suhu panas ini ada di Semarang meningkat, Surabaya meningkat, Jogja juga meningkat. Jadi ini bukan pengaruh dari Merapi tapi lebih dari masalah klimatologi," paparnya.
Sebelumnya, sebagaimana diberitakan jogja.tribunnews.com, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebutkan suhu tinggi di DIY tersebut dipicu oleh faktor meteorologis.
Hal tersebut dikenal dengan istilah fenomena Equinox, yakni posisi matahari saat berada di garis khatulistiwa.

Jumlah Pengungsi Merapi Terus Bertambah
Sementara itu dari lokasi di sekitar Gunung Merapi dilaporkan, jumlah pengungsi di Balai Desa Glagaharjo Sleman kembali bertambah.
Hingga Kamis (12/11/2020) malam, tercatat ada 198 pengungsi.
Panewu Kapanewon Cangkringan, Suparmono mengatakan bahwa sempat terjadi lonjakan pengungsi hingga 203 pengungsi.
Penambahan pengungsi paling banyak dari warga usia dewasa.
"Sampai tadi malam, pengungsi di barak naik lagi. Dari 185 jadi 198. Sempat 203, itu yang paling tinggi. Saya lihat penambahannya paling banyak dari dewasa, dewasa ada 52," katanya, Jumat (13/11/2020).
Menurut Panewu Cangkringan, jumlah pengungsi cenderung fluktuatif.
Hal itu karena pengungsi ingin memastikan rumah dalam keadaan aman.
Meskipun sudah ada petugas di Pos Kamling Kalitengah Lor, warga tetap ingin memastikan kondisi rumahnya.
Selain itu, banyak pengungsi memiliki ternak, sehingga harus mencari rumput dan merawat ternak.
"Nanti malam ke sini lagi. Kalau siang mereka sudah merasa aman, karena bisa mengamati gunung secara visual. Harapan kami kalau malam itu mereka ada di sini karena lebih aman," terangnya.
Ia menambahkan, selain pengungsian di Balai Desa Glagaharjo, Kapanewon Cangkringan juga menyiapkan barak pengungsian Gayam, Argomulyo.
Barak Gayam saat ini sudah siap digunakan, jika sewaktu-waktu jumlah pengungsi terus bertambah.
"Barak Gayap posisi sudah siap untuk menampung 350 pengungsi. Sudah ada sekat semua, termasuk di SD Bronggang dan SMP Sunan Kalijaga, juga ada rumah warga yg diperbolehkan untuk mengungsi,"tambahnya.
"Jadi, manakala di sini (Balai Desa Glagaharjo) penuh nanti pindah ke Gayam karena memang warga Glagaharjo itu ngungsinya di Gayam,"tutupnya.
Pengungsi Gunung Merapi Jalani Tes Swab
Pengungsi Gunung Merapi yang berada di Kantor Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten menjalani Tes Usap atau Swab Test, Jumat (13/11/2020).

Swab Test tersebut dilakukan oleh Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Klaten guna mengantisipasi munculnya klaster pengungsi.
"Betul, hari ini sudah dilakukan Swab Test bagi pengungsi di Desa Balerante. Kita bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Satgas PP Covid-19 Klaten," ujar Kepala BPBD Klaten, Sip Anwar saat dihubungi Tribunjogja.com, Jumat (13/11/2020).
Ia mengatakan, di massa pandemi Covid-19 ini, pihaknya tetap ingin selalu mengedepankan penerapan protokol kesehatan Covid-19 di barak pengungsian.
Selain menjalani Swab Test, pengungsi juga diminta selalu mengedepankan, 3M yakni, mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak diharapkan tidak muncul klaster pengungsi Gunung Merapi.
Sip Anwar menambahkan, selain pengungsi, Tes Swab juga dilakukan bagi para relawan dan masyarakat yang sering beraktivitas di sekitar barak pengungsian.
"Untuk awal pengungsi, tapi semuanya akan kita minta untuk jalani swab test agar pengungsian benar-benar bersih dari Covid-19," tambahnya.
Ketika disinggung terkait jumlah pengungsi yang menjalani Swab Test pada hari pertama ini, Sip Anwar mengaku jika dirinya belum mendapatkan data secara detail.
"Namun dari hasil pembicaraan saya dengan kepala Dinas Kesehatan, target kami itu 40 orang menjalani swab test setiap harinya di sekitar lokasi pengungsian ini," tambahnya.
Sekadar informasi, jumlah pengungsi Gunung Merapi di Desa Balerante, mengalami grafik yang fluktuatif setiap malamnya.
Pada Rabu (11/11/2020) malam terdapat 126 pengungsi di Desa Balerante.
Rinciannya, Dukuh Sambungrejo 87 orang, Dukuh Ngipiksari 16 orang, Dukuh Gondang 17 orang dan Dukuh Sukorejo 6 orang.
Sementara pada Kamis (12/11/2020) melonjak menjadi 242 pengungsi. (TRIBUNJOGJA.COM)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Penjelasan Suhu Udara Panas di Yogyakarta, BPPTKG: Bukan Pengaruh dari Aktivitas Merapi,