Senin, 29 September 2025

Zero Kerambah di Bendungan Jatiluhur pada Akhir 2018

Saat itu jam menunjukkan pukul 12 siang, matahari pun menyengat persis berada di atas kepala.

Tribunnews.com/Srihandriatmo Malau
Bendungan Ir H Djuanda (Jatiluhur), bendungan terbesar di Asia Tenggara, yang berada di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Senin (22/10/2018). 

Karena, satu dampak terparah dari semakin asamnya kadar air di waduk ini, bisa menyebabkan korosi pada kontruksi bendungan.

Hal itu terjadi saat lapisan beton yang terkelupas akibat penurunan kualitas air (H2S, di atas ambang batas).

Peralatan elektromekanik juga terkena dampak korosif akibat kandungan H2S yang tinggi.

"Karena pencemaran yang tinggi, air tersebut sangat asam. Sudah kami teliti, karena air tersebut bersifat asam, maka timgkat korosifitas menjadi sangat tinggi. Itu terjadi karena sisa pakan ikan yang tidak dimakan, jumlahnya ratusan ton. Karnena itu KJA itu tidak ramah lingkungan," tegas Djoko.

Untuk itulah, PJT II Jatiluhur segera melakukan langkah-langkah strategis untuk meminimalisasi resiko kerusakan yang bisa mengancam keberadaan bendungan tersebut.

"Dengan target zero KJA pada akhir 2018. Penertiban KJA setiap hari harus mencapai 212 petak KJA," tegas Djoko saat pertemuan bersama IKAL PPSA XXI.

Untuk itu pula, PJT II sudah menyiapkan solusi bagi para petani KJA di bendungan Jatiluhur. Program pemberdayaan masyarakat di sekitar Bendungan Jatiluhur melalui kegiatan perikanan berkelanjutan (culture based fisheries/CBF).

PJT II pun telah menggandengan Kementerian Kelautan Dan Perikanan untuk pelaksanaan CBF, yang ditandai dengan penandatangan kerjasama pada 14 September 2017 lalu.

Sejah ini juga sudah dilakukan penebaran benih ikan sejumlah 7,8 juta ekor pada Mei 2018 sebagai langkah awal penerapan CBF. Adapun jenis ikan yang ditebar bandeng (50 persen), patin (30 persen) dan nila (20 persen).

"Tujuan CBF untuk perbaikan ekologi lingkungan bendungan. Ikan bandeng akan hidup di daerah apotik atau paling dasar, patin di daerah potik dan nila di permukaan," jelasnya.

Berbeda dengan KJA, ikan yang ditebar, tidak menggunakan kerambah dan tidak diberikan pakan. Ikan bandeng air tawar, patil, dan nila tersebut akan hidup secara alamiah, dan akan memakan apapun yang ada di danau.

"Termasuk juga sisa pakan, planton, dan apapun yang ada di dunau. Dengan begitu air diharapkan aka jauh lebih sehat, baik dibandingkan di atasnya ada kerambah," jelas Djoko.

Para petani KJA juga akan bisa menikmati panen dari penerapan CBF setiap empat bulan sekali. Ekonomi warga sekitar pun menjadi sejahtera melalui penerapan CBF.

Berdasarkan catatan Badan Litbang Perikanan dan Kelautan pada 2012, kandungan fosfor di Jatiluhur 468,76 ton. Dibandingkan dengan volume air yang ada, kandungan bahan kimia berbahaya sudah mencapai 50,1 miligram per liter.

Padahal, baku mutu air yang layak untuk perikanan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah 0,2-1 miligram per liter.

Karena dilakukan di air yang sudah tercemar, budidaya ikan di waduk-waduk itu telah melangar empat peraturan. Yakni, melanggar PP No 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 17/2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup, dan UU No 12/2012 tentang Pangan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan