Nenek Katiyem yang Buta dan Anaknya Lumpuh Tinggal Bersama Ayam
ntah di mana kehadiran pemerintah. Sebab, di zaman seperti ini, kok masih ditemukan ada keluarga yang tinggal bersama ayam peliharannya.
TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Entah di mana kehadiran pemerintah. Sebab, di zaman seperti ini, kok masih ditemukan ada keluarga yang tinggal bersama ayam peliharannya.
Itu karena kondisinya yang sudah, sehingga mereka rela tinggal di bekas dapur rumahnya, yang tak terpakai dan sudah lama ditempati ayam peliharaannya.
Mereka adalah nenek Katiyem (81), dan anak perempuannya, Miseni (39), keduanya tinggal di Dusun Putuk Rejo, Desa Sumber Urep, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar.
Keduanya itu sudah lama tinggal berdua, dengan makan mengandalkan kiriman dari anaknya, Bahri (52), yang tinggal di Dusun Bratau atau berjarak sekitar 4 km dari rumah mereka.
Bukan hanya hidupnya yang susah, namun keterbasan fisiknya, juga kian membuatnya makin menderita.
Betapa tidak,dalam kondisi hidupnya yang serba kesulitan itu, keduanya mengalami cacat fisik.
Untuk nenek Katiyem, ia sudah lama tak bisa melihat akibat penyakit katarak yang dideritanya.
Karuan, tak bisa apa-apa, bahkan hanya sekadar berjalan di sekitar tempat tinggalnya, ia harus dibantu orang lain, untuk menuntunnya.
Begitu juga, anak perempuan yang tinggal bersamanya. Semestinya, ia bisa sedikit membantu keterbasan fisik ibunya itu karena bisa melihat normal.
Namun, karena ia tak bisa jalan atau lumpuh, akhirnya ya sama-sama tak bisa apa-apa. Hari-harinya, dari dulu, ia habiskan di atas tempat tidurnya.
"Ya, susah. Gimana nggak susah, wong keduanya nggak bisa saling membantu. Ibunya memang bisa jalan, namun buta sehingga harus ada yang menuntunnya."
"Sebaliknya, anaknya bisa melihat, namun nggak bisa jalan, sehingga ya sama-sama susah," tutur
Bonaji (46), tokoh masyarakat yang kini terpilih jadi Kades Sumber Urep, Senin (22/10/2018).
Menurutnya, kondisi yang dialami mereka itu sudah lama atau sekitar 10 tahun. Mereka hanya tinggal berdua karena dua anaknya, yang fisiknya normal, sudah berumah tangga dan tak tinggal serumah.
"Namun, untungnya ada anaknya, yang perhatian dan selalu mengirim makan tiap hari," paparnya.
Ditemui di rumahnya, Senin (22/10) siang, nenek Katiyem duduk di atas tempat tidurnya.
Dan, di sebelahnya, anaknya, Miseni. Mereka mengaku lagi menunggu kedatangan anaknya, Bahri. Sebab, hingga pukul 10..00 WIB, Bahri belum muncul, untuk mengirim makanan.
"Kami kira Bahri yang datang. Kami sudah lapar, namun ia kok belum muncul (mengirim makanan)," tutur nenek Katiyem.
Masuk ke dalam tempat tinggal Katiyem dan anaknya, orang pasti akan menahan bau. Gimana tidak, wong selain banyak kotoran ayam, yang berceceran di mana-mana, juga bercampuran bau air kencing dan kotoran mereka.
Itu karena mereka tak bisa berjalan, untuk buang kotoran ke kamar kecil yang ada di balik tempat tinggalnya itu. Karena itu, kalau tak ada orang lain, yang membantunya, mereka ya berak begitu saja.
"Ya sebisanya (kencing atau berak, yang penting tak di tempat tidur). Wong, kami ini nggak bisa jalan ke mana-mana," paparnya.
Dituturkan Katiyem, kehidupannya yang kian susah itu dialami sejak dirinya tak bisa melihat sekitar 10 tahun lalu atau beberapa tahun setelah suaminya meninggal dunia.
Sementara, anaknya tak bisa jalan atau lumpuh sejak balita.
"Sekadar mau mandi atau makan saja, kami harus menunggu orang yang datang, untuk membantunya. Bahkan, sekadar menyalakan lampu di rumah saja, juga menunggu orang lain," tutur nenek Katinem, yang mengaku listrik di rumahnya dibayari tetangganya.
Mengapa, mereka kok memilih tinggal di bekas dapur rumahnya, yang kini dipakai menyimpan kayu bakar dan kandang ayam? Alasannya, karena lebih mudah jika mau ke kamar mandi.
Namun, lama kelamaan, karena dapurnya tak terpakai, akhirnya ayam peliharaannya, jadi krasan ditinggal bersama.
"Kalau di rumah depan gelap karena kami nggak bisa menyalakan lampu. Selain itu, juga kotor dan bocor jika hujan," paparnya.
Memang, kondisi rumah mereka itu, sangat tak layak. Selain berlantai tanah, juga dindingnya hanya setinggi sekitar 2,5 meter, dengan atasnya papan kayu. Itu pun, kondisinya sudah mulai rusak.
"Ya, maklum, itu sudah tak diperbaiki dan tak pernah dirawat," ujarnya.
Harapannya tak muluk-muluk. Ia hanya berharap, agar kamar mandinya bisa dipakai dengan layak sehingga bisa mandi kapan saja. Soal kondisi rumahnya, itu bukan jadi prioritasnya.
Selain itu, ia juga berharaap agar bisa makan sewaktu-waktu, bukan tiap hari menunggu kiriman dari anaknya, yang kadang datangnya telat.
"Kalau kelaparan, kami sudah biasa karena nggak bisa memasak," pungkasnya.
Bonaji menambahkan, dirinya kalau sudah dilantik jadi kades setempat, akan mengupayakan, agar nenek Katiyem itu mendapatkan bantuan dari pemkab.
Minimal, bantuan sembako rutin karena selama ni tak pernah dapat jatah.
"Tak hanya dapat bantuan sembako, kami juga mengupayakan agar mereka dapat jatah bedah rumah," pungkasnya.