Cerita Para Atlet Yang Bertahan Hidup di Tengah Bencana Tsunami di Palu
Kelima atlet gate ball Klungkung berada di Palu untuk mewakili Bali di ajang Kejuaraan Nasional Palu Nomoni Cup III.
TRIBUNNEWS.COM, SEMARAPURA - Lima atlet gate ball Klungkung patut bersyukur. Kelimanya selamat dalam peristiwa gempa bumi dan tsunami yang menimpa Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) lalu.
Selain itu, seorang atlet Paralayang asal Denpasar juga selamat.
Kelima atlet gate ball Klungkung berada di Palu untuk mewakili Bali di ajang Kejuaraan Nasional Palu Nomoni Cup III.
Setelah sempat terkatung-katung karena lumpuhnya bandara, kelimanya pun dievakuasi menuju Makassar dengan pesawat Hercules TNI AU dari Bandara Mutiara Sis Al Jufri, Palu, Minggu (30/9), sebelum bertolak pulang ke Bali.
Kelima atlet Klungkung tersebut adalah Made Krisna Agustara, Putu Ryan Suryawan, Yande Nova Bhayuda, Gede Mertayasa, dan Kadek Agus Satrya Pradana.
Mereka bertolak ke Palu pada 28 September 2018 dan rencana balik ke Bali, Selasa (2/10) besok.
"Kita tiba Jumat (28/9) sekitar pulul 14.00 Wita dan langsung menuju penginapan. Setelah menaruh barang, kami menuju lapangan Batu Lemo sekitar pukul 16.30 Wita," jelas Krisna saat dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (30/9) kemarin.
Saat Krisna dan rekan-rekannya sedang latihan, atau sekitar pukul 17.02 Wita gempa mulai mengguncang. Tidak hanya sekali namun beberapa kali dengan kekuatan cukup besar.
Gempa dengan kekuatan 7,4 SR kemudian diikuti tsunami.
"Untungnya kami berada di tempat, yang disekitarnya berdiri gedung yang kuat. Sehingga tidak ada bangunan roboh dan mengenai kami. Jadi kami tidak mendapat luka apapun," jelas Krisna.
Khawatir gempa susulan, Krisna dan rekan-rekannya bermalam di lapangan. Pagi keesokan harinya, mereka baru ke penginapan untuk mengambil barang-barang.
Kondisi tembok penginapan yang sudah retak dan sudah miring hingga pintu tidak bisa dibuka, membuat mereka harus menjebol jendela untuk mengambil barang-barang di dalam kamar.
"Karena di lapangan sudah sesak oleh pengungsi, kami kemudian dibawa ke Kodim," jelasnya.
Pengalaman yang tidak dilupakan oleh Krisna, saat hari Jumat mereka hanya makan roti yang dibawa dari Bali.
Hari Sabtu, mereka pun hanya makan mie instan yang didapat dari Kodim. Tidak ada dagang makanan, bahkan air pun tidak ada.