Kisah Pelancong Norwegia Bertemu Suku Dayak Tring yang Dikenal Kanibal di Kalimantan
Sambil mengulurkan kedua tangannya, pendeta perempuan tadi berkata kepada Bock bahwa telapak tangan merupakan bagian terbaik untuk dimakan.
Kemudian seorang kepala suku Dayak kanibal menyambangi tempat menginap Bock.
Namanya, Sibau Mobang. Dia datang bersama pendampingnya—seorang perempuan dan dua laki-laki.
“Saat dia memasuki rumah panggung saya,” demikian tulis Bock. “Dia berdiri beberapa saat, tanpa bergerak ataupun berkata, memandangi saya dengan tatapan dalam, sementara saya sedang berpura-pura tidak mengamatinya. Lalu, dia duduk dengan pelan sekitar dua meter dari kaki saya.”
Tampaknya Sibau berusia sekitar 50 tahun, demikian menurut Bock, ompong dan kempot, kulitnya coklat kekuningan, dan agaknya sakit-sakitan.
Sejumput rambut kaku menghias kumis dan dagunya. Kupingnya menjuntai dan ditindik dengan lubang besar. Semua penampilan laki-laki itu kian menambah kesan angker tentang dirinya.
“Matanya mengekspresikan tatapan mata binatang buas,” ungkap Bock yang mencoba melukiskan sosok laki-laki itu, “Dan di sekitar matanya tampak garis-garis gelap, seperti bayang-bayang kejahatan.”
Namun, “Lengan kanannya, yang berhias gelang logam, kondisinya lumpuh,” ungkap Bock.
“Untuk alasan itulah dia menempatkan senjata mandaunya di sisi kanan, dan selama beberapa tahun telah banyak korban dijatuhkan oleh dia yang haus darah ini dengan tebasan tangan kirinya.”
Sibau berkata kepada Bock bahwa sukunya tidak makan orang setiap hari. Mereka makan daging dari berbagai satwa, nasi, dan buah-buahan liar.
Namun, ujar sang kepala suku, sudah setahun ini mereka tidak makan nasi karena kegagalan panen.
Bock yang saat itu tengah melukis Sibau, kemudian buru-buru menyajikan seketel nasi yang baru saja masak kepada mereka. Lalu, dengan taburan garam, mereka menyantap nasi pulen itu.
Sebagai kenang-kenangan, Bock memberikan hadiah berupa uang dua dollar kepada setiap orang yang telah dilukisnya.
Selain itu, rombongan Dayak kanibal mendapat sepikul beras, untaian tasbih manik-manik, dan kain blacu yang panjangnya sekitar 22 meter untuk dibagi bersama.
Sementara kepala suku Sibau memberikan kenang-kenangan yang membuat merinding bagi penerimanya.
Bock mendapatkan dua tengkorak—laki-laki dan perempuan tanpa rahang bawah—trofi dari pesiar berburu kepala. Semuanya dibungkus daun pisang.