Senin, 29 September 2025

Gempa di Lombok

Mengungkap Mitos di Balik Teriakan 'Idup Idup Idup' Warga Bali Saat Terjadi Gempa

Ketika terjadi gempa bumi, biasanya orang Bali akan berteriak "idup... idup... idup..."

Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga mencari barang berharga di rumahnya yang terkena gempa bumi di Pemenang, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8/2018). Menurut data sementara setidaknya ribuan rumah rusak berat akibat gempa bumi 7.0 SR tersebut dan wilayah Lombok Utara yang mengalami kerusakan paling parah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Dan saat terjadi gempa maka orang Bali akan berteriak idup idup idup sambil membunyikan kentongan untuk memberitahu bahwa sang adik masih hidup di atas.

Namun faktanya, menurut Staf Pusat Kajian Lontar Unud, Putu Eka Guna Yasa hal itu merupakan tradisi lisan yang diteruskan secara turun-temurun.

"Itu tradisi lisan. Tidak ada mengenai hal itu dalam lontar," kata Guna ketika dihubungi Senin (6/8/2018) siang.

Ada dua makna yang terkandung dalam teriakan idup idup sambil memukul kentongan tersebut.

Pertama berfungsi untuk mempercepat sosialisasi keadaan yang kacau, maupun panik dan memberi tahu atau memberi tanda kepada orang lain bahwa sedang terjadi gempa sehingga bisa melakukan proses penyelamatan diri.

"Yang kedua membalikkan kesadaran, agar keadaan yang kacau atau huru hara menjadi damai atau santai dengan sugesti yang positif," katanya.

Perilaku Hewan, Anjing Hingga Cacing Bisa Jadi Pertanda Gempa Bumi?

Cerita tentang hewan yang berubah perilaku ketika bencana akan datang cukup umum di Indonesia.

Mulai dari hewan yang turun gunung, cacing yang keluar dari tanah, atau hewan ternak yang gelisah sering diartikan sebagai salah satu tanda gempa bumi.

Namun, benarkah perilaku hewan-hewan ini bisa dijadikan patokan sebagai tanda akan terjadinya gempa bumi?

Sebenarnya berbagai penelitian telah mencoba menggali ke dalam statistik di balik perilaku hewan yang tak biasa sebelum terjadinya gempa

Sebagian bisa memikirkan mekanisme yang mungkin pada dua hal ini.

Kini, sebuah penelitian terbaru mencoba menganalisis kembali data dari penelitian-penelitian sebelumnya.

Peneliti yang berasal dari GFZ German Research Centre for Geosciences ini menghubungkan pengamatan pada hewan peliharaan dan ternak dengan skala dan lokasi gempa.

"Banyak makalah kajian tentang potensi hewan sebagai prekusor (pertanda) gempa, tetapi sejauh pengetahuan kami, ini adalah pertama kalinya pendekatan statistik digunakan untuk mengevaluasi data," ungkap Heiko Woith, penulis utama penelitian ini dikutip dari Science Alert, Kamis (19/04/2018).

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan