Sabtu, 4 Oktober 2025

Potensi Lahan Pengembangan Bawang Putih Indonesia 1,2 Juta Hektar

Dari 1,2 juta lahan potensial untuk sayuran dataran tinggi di Indonesia, cuma butuh 78 ribu hektar

Editor: Eko Sutriyanto
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Harga kebutuhan bahan rumah tangga seperti bawag merah dan bawang putih mengalami kenaikan sekitar 80 persen seperti di Pasar Rasamala Banyumanik, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (7/3). Harga bawang merah naik dari Rp 20.000 per kilogram menjadi Rp 40.000 per kilogram, sedangkan untuk harga bawang putih dari Rp 25.000 per kilogram menjadi Rp 45.000 per kilogram. (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbangtan Kementan) memastikan potensi lahan untuk pengembangan bawang putih melampaui kebutuhan untuk swasembada.

Soalnya, dari 1,2 juta lahan potensial untuk sayuran dataran tinggi di Indonesia, cuma butuh 78 ribu hektar.

"Bawang putih hanya butuh lahan 78 ribu ha. Tapi, minta tanah bagus. Jadi, peluang-peluang (swasembada) itu ada," ujar peneliti utama Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Balitbangtan, Ir. Anny Mulyani, MS, sela Rakor Pengembangan Bawang Putih di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (3/5/2018).

Seluas 1,2 juta hektare tersebut, katanya, berada di dataran tinggi beriklim kering berdasarkan hasil pemetaan skala 1:250.000 se-Indonesia. Dataran tinggi beriklim kering umumnya berada di wilayah timur, meski yang terluas di Pulau Jawa.

"Yang punya gunung api, yang bekas meletus ratusan tahun lalu, itu yang subur," jelasnya. Lahan sekitar gunung berapi subur, lantaran tanahnya Andisol, dengan tekstur mengandung pasir. Sehingga, layak untuk budi daya komoditas hortikultura.

Sebagian besar dari 1,2 juta hektare tersebut belum termanfaatkan dengan baik. Umumnya banyak semak belukar.

Baca: Petani Bawang di Brebes Khawatir Maraknya Impor Bawang Merah Ilegal, Saat Panen Harga Jatuh

Untuk menjadi lokasi pengembangan bawang putih, harus disiapkan dulu karena banyak syarat. Di antaranya, tanah, tekstur, dan kandungan hara.

"Haranya harus tercukupi, karena itu umbi. Tanpa pupuk, takkan bisa (tumbuh)," jelas Anny.

Dia tak bisa memperkirakan berapa biaya mengolah lahan marginal yang ditumbuhi semak belukar ini, agar bisa menjadi lokasi budi daya bawang putih. Namun, diyakininya lebih murah daripada pemanfaatan lahan rawa.

"Tapi di lahan yang semak belukar, ditumbuhi rumput-rumput, tidak banyak pohonnya, tidak butuh banyak biaya," katanya. Untuk pemanfaatan suatu hamparan lahan rawa, Kementan mengucurkan Rp4 juta. Itu untuk membuka lahan dan penataan air.

Untuk membabat semak belukar, tambah Anny, cuma butuh revitalisasi dengan cover crop dan pupuk berimbang serta amelioran untuk meningkatkan hara. Sedangkan pada lahan masam, perlu dikapur dulu sehingga mencapai pH ideal 6-7.

"Yang semak-semaknya dilapukan dulu, perlu waktu itu. Enggak bisa dibuang, langsung ditanam. biasanya masyarakat pakai herbisida, supaya rumput-rumputnya mati," urainya.

Anny mengingatkan potensi lahan 1,2 juta hektare tersebut cuma mencakup biofisiknya.

Terkait kepemilikan, BBSDLP tak mengidentifikasinya lantaran bukan kewenangannya. Sehingga, perlu sinergi dengan pihak lain, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), serta pemerintah daerah (pemda).

Dia melanjutkan, banyak tantangan dalam pemanfaatan lahan marginal tersebut atau ekstensifikasi. Misalnya, kesiapan masyarakat, infrastruktur, dan sarana produksi. Karenanya, "Semua pihak harus berkoordinasi dengan berbagai bidang, aspek."

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved