Selasa, 30 September 2025

Di Desa Ini, Warga yang Poligami Atau Poliandri Ditempatkan Khusus

Berdasarkan cerita secara turun-temurun, awal mula berdirinya Banjar atau Desa Penglipuran berasal dari abad ke 13 silam

Editor: Eko Sutriyanto
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Wisatawan mengunjungi Desa Penglipuran, Bangli, Jumat (2/2/2018) 

Seperti tata ruang desa yang masih menerapkan sistem kaja-kelod, bentuk rumah adat yang berapat sirat bambu, penataan pekarangan.

Baca: Sandiaga Ungkap Rencana Hunian DP 0 Rupiah di Kawasan PIK

Begitu pun dengan pura yang ada di Bayung Gede, berapa jumlahnnya, dimana letaknya, apa namanya juga terdapat di penglipuran.

“Seperti contoh pura penataran (pura desa), seperti di Bayung Gede terletak di utara desa, begitupun dengan di Penglipuran, selain itu Pura puseh di sebelah timur, Pura dukuh di arah timur laut juga dibangun hal yang sama, walaupun dibangun lebih kecil, mengingat wilayah yang juga kecil. Ibaratnya Penglipuran merupakan minatur Desa Bayung Gede,” ucapnya.

Dikatakan pula, sebagai warga desa adat maupun warga negara, masyarakat Desa Penglipuran sadar untuk selalu bergotong royong menjaga kebersihan.

Hal ini terlihat di setiap sudut rumah sudah disediakan tempat sampah, sebab menurutnya, kebersihan bukan pekerjaan pemimpin atau segelintir orang saja.

"Kebersihan merupakan milik bersama untuk selalu dijaga," ujarnya.

Disamping itu, untuk mempertahankan kebersihan di desanya, Wayan Supat menuturkan jika di Desa Penglipuran juga terdapat peraturan-peraturan yang menjaga kebersihan tata ruang lingkungan.

Dan apabila terdapat masyarakat setempat yang melanggar akan diberikan sanksi. Untuk sanksi sendiri terdiri dari tiga macam.

Yakni sanksi berupa materi (arta danda), dikucilkan (jiwa danda), serta sanski berupa melakukan ritual (askara danda) yang mengaturkan panca sato di pura desa, pura puseh, pura dalem, dan pura prapatan (catus pata).

Baca: Istri Sah Ngamuk! Pergoki Suami Tidur Bareng Selingkuhan di Rumah

Dijelaskan, sanksi berupa materi seperti tidak mengikuti gotong royong yang dilakukan satu minggu sekali.

Sanksi materi pun nominalnya hanya Rp. 500.

Kecilnya nominal sanski menurut Wayan Supat untuk menumbuhkan efek malu.

Sedangkan sanksi berupa banten pecaruan, si pelanggar diwajibkan untuk menghaturkan sesajen berupa bakti pecaruan dengan jumlah ayam 1 unit pecaruan panca-sato (5 ekor ayam) di 4 pura, yaitu pura penataran, pura puseh, pura dalem, dan di catuspata. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan