Kota Tegal Setiap Tanggal 22 Mei Memperingati Hari Kepenyairan, Ternyata Begini Kisahnya
Sastra telah berkembang. Baik populer, klasik, kontemporer, dan masih banyak lagi.
Editor:
Sugiyarto
Masa tuanya ia habiskan bersama keluarganya di Kota Tegal.
Banyak sekali jejak tulisan Piek yang tampak di lemari-lemari tua di kediamannya.
Selain itu, Piek pernah diundang ke Belanda tahun 1988 untuk menjadi juri seni.
"Ini semua tulisan Bapak," tutur istri almarhum Piek kepada Tribunjateng.com sembari menunjukkan bundelan kertas yang telah berwarna kecoklatan.
Meski sudah cukup berumur, tampak gurat-gurat semangat menulis terpancar dari cara istri Piek menceritakan sastra dan puisi-puisi tulisan Piek.
"Tulisan Bapak dulu sering mengangkat warga pinggiran-pinggiran, petani, kritik atau tidal biar pembaca yang menemukannya sendiri," tuturnya.
Piek juga merupakan salah satu penggagas antologi puisi Dari Negeri Poci.
Semasa hidupnya inilah prestasi yang pernah Piek Ardjianto Soeprijadi:
1. Pemenang ke-2 puisi di Majalah Sastra (1962)
2. Pemenang ke-2 sayembara menulis puisi Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (1964)
3. Pemenang harapan pada sayembara menulis esai sastra, Dewan Kesenian Jakarta (1978)
Selain itu ketekunannya dalam menulis membuat Piek mendapat anugerah.
Anugerah tersebut di antaranya adalah penghargaan dari Pusat Bahasa atas bukunya yang berjudul Lagu Bening dari Rawa Pening, penghargaan sebagai pelopor penyair dari Dewan Kesenian Kota Tegal, dan Penghargaan dari Walikota Tegal sebagai penyair yang ikut mengangkat kearifan lokal Kota Tegal(2008).
Pemerintah Kota Tegal tahun 2005 menetapkan tanggal 22 Mei, tanggal meninggalnya Piek, sebagai Hari Kepenyairan Kota Tegal.(*)