Minggu, 5 Oktober 2025

Erupsi Gunung Agung

Gunung Agung dalam Catatan Lontar Bali, Pernah Meletus Dahsyat Tahun 1711

Menurut catatan lontar, gunung tertinggi di Bali ini pernah mengalami 15 peristiwa yang mengarah ke letusan sebelum 1963.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Bali/I Nyoman Mahayasa/Rizal Fanany
Peneliti lontar, Sugi Lanus, memerhatikan lontar Bali saat diskusi Hanacaraka dengan Tema 'Catatan Gunung Agung dalam Lontar-lontar Bali' di Denpasar, Senin (2/10/2017) (kiri). Gunung Agung, Karangasem, Selasa (26/9/2017) (kanan) 

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Gunung Agung selama ini hanya diketahui sempat meletus sebanyak empat kali dari tahun 1808, 1821, 1843, dan 1963.

Namun, menurut catatan lontar, gunung tertinggi di Bali ini pernah mengalami 15 peristiwa yang mengarah ke letusan sebelum 1963.

Bahkan, dalam catatan lontar Bali, letusan yang serupa tahun 1963 juga tercatat terjadi pada tahun 1711.

"Fakta" baru tersebut terungkap dalam diskusi Hanacaraka bertajuk "Catatan Gunung Agung dalam Lontar-lontar Bali" yang digelar pada Senin (2/10/2017) di Jalan Gatot Subroto Barat, Denpasar.

"Bencana yang dicatatkan dari tiga naskah yang saya amati dari Babad Bumi, Kalawasan, dan Tusan, itu baru berdirinya puncak Gunung Agung awal masehi. Kemudian di tahun 1002 itu terjadi bencana dan sampai ada 15 peristiwa sebelum 1963. Peristiwa itu mungkin mirip dengan 1963," kata peneliti lontar, Sugi Lanus, yang jadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.

Baca: Setya Novanto Mengidap Penyakit Tumor Tenggorokan

Selain Sugi Lanus, diskusi tersebut juga mendatangkan kolektor lontar asal Karangasem, Ida I Dewa Gede Catra.

Dalam pemaparan materinya, Sugi Lanus menyampaikan catatan Gunung Agung dalam lontar melalui sebuah draf yang dikemas agak ilmiah.

Dari draf yang ia paparkan, dijelaskan tiga poin catatan tentang Gunung Agung, baik dari sisi mitologi, dan kosmologi, terkait sejarah tradisional, dan tentang catatan letusan Gunung Agung tahun 1963 menurut pandangan pendeta.

Gunung Agung terlihat di atas Bukit Pantai Amed,karangasem, Sabtu (30/9/2017). Sampai saat ini status Gunung Agung masih awas, 5 kecamatan masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) yakni Kecamatan Kubu, Abang, Karangasem, Bebandem, Selat, dan Rendang. (TRIBUN_BALI/RIZAL_FANANY)
Gunung Agung terlihat di atas Bukit Pantai Amed,karangasem, Sabtu (30/9/2017). Sampai saat ini status Gunung Agung masih awas, 5 kecamatan masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) yakni Kecamatan Kubu, Abang, Karangasem, Bebandem, Selat, dan Rendang. (TRIBUN_BALI/RIZAL_FANANY) (TRIBUN_BALI /RIZAL_FANANY)

Secara mitologi, Sugi Lanus memaparkan bahwa dari beberapa lontar yang ia amati.

Banyak dibahas tentang Gunung Agung dan Gunung Batur adalah potongan dari puncak Gunung Mahameru di India.

Baca: Gamawan Fauzi Disebut Terima Honor Rp 10 Juta, Agun Gunandjar Rp 5 Juta

Dalam naskah tantu pagelaran, kata Sugi Lanus, disebutkan bahwa puncak Mahameru dibawa ke Jawa untuk menenangkan Pulau Jawa.

Sedangkan dalam naskah Usana Bali--yang merupakan naskah yang dikarang di Bali--menyebutkan bahwa puncak Mahameru dibawa ke Bali untuk menenangkan Bali yang bergoyang-goyang seperti daun mengambang di tengah lautan.

"Yang paling banyak dibahas dalam lontar itu bahwa Gunung Agung adalah potongan dari Gunung Mahameru. Jadi satu ujungnya menjadi Gunung Agung dan satunya menjadi Batur. Itulah yang membuat Bali menjadi tenang," papar akademisi, sekaligus budayawan ini.

Sedangkan, secara kosmologi Bali, Sugi Lanus memaparkan bahwa mandala gunung di Bali adalah Caturlokaphala, yang berhelai empat.

Pada posisi timur terdapat Gunung Lempuyang (kahyangan Bhatara Ghnijaya), posisi barat Bali terdapat Gunung Bratan (kahyangan Bhatara Watukaru), di utara Bali tedapat Gunung Mangu (kahyangan Hyang Danawa), dan di selatan Gunung Andakasa (kahyangan Hyang Tugu).

Semua itu sebagai ‘lingga’ atau ‘titik api puja’ para pamangku dan para suci yang terpilih untuk mendoakan semesta berporos di Gunung Agung dan Gunung Batur.

"Jadi Bali ini dikelilingi oleh empat puncak kosmologi. Semua sangat tua. Sentralnya adalah Gunung Agung," kata pria kelahiran 1972 itu.

Dari tiga babad, tercatat peristiwa yang menyinggung soal peristiwa Gunung Agung dan Gunung Batur.

Tiga babad itu adalah babad gumi (versi lontar Pusdok dan salinan Kirtya 719/3.Va ), babad tusan (versi salinan Kirtya 4916/Va dan 1443.Va), dan kalawasan (versi salinan Kirtya 6476/IIIb, 3049/IIIb, 3578/IIIb, 6789/IIIb).

Di antaranya mulai pada tahun 189, pada saat itu tercatat Gunung Agung mulai ditegakkan.

Sedangkan, awal Gunung Agung mulai beraktivitas mengeluarkan letusan tercatat pada tahun 1002.

Waktu itu, Sungai Unda (Tukad Unda) diceritakan sempat dialiri lahar Gunung Agung.

Selanjutnya setelah tahun 1002, dari tiga babad tersebut juga mencatat belasan peristiwa di Gunung Agung.

Bersama dengan Seto Mulyadi atau biasa disapa Kak Seto, Polwan Polda Bali kembali menghibur anak-anak pengungsi Gunung Agung. Status awas sudah 10 harian ini, membuat anak-anak di pengungsian tak dapat belajar di bangku sekolah.
Bersama dengan Seto Mulyadi atau biasa disapa Kak Seto, Polwan Polda Bali kembali menghibur anak-anak pengungsi Gunung Agung. Status awas sudah 10 harian ini, membuat anak-anak di pengungsian tak dapat belajar di bangku sekolah. (Foto Istimewa.)

Serta dua peristiwa di Gunung Batur, baik soal aktivitas letusan, dan di luar peristiwa letusan.

Di antaranya tercatat pada tahun 1089, 1543, 1615, 1616, 1665, 1695, 1683, 1705, 1711, 1715, 1784, 1820, 1904, 1905.

Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap tiga lontar itu, Sugi Lanus menjelaskan bahwa di antara rentang tahun tersebut, yang paling banyak disebutkan adalah tahun 1711.

Itulah sebabnya, ia berani menduga bahwa pada tahun tersebut Gunung Agung meletus dengan sangat dahsyat.

Menyerupai Letusan 1963
"Dalam sejarah modern, kan tahun 1963 yang paling besar. Tapi dalam naskah itu 1711 itu besar sekali. Memang tidak secara rinci di lontar itu. Tapi itu yang banyak disebutkan dalam beberapa lontar, berarti kan waktu itu mempunyai tingkat popularitas peristiwa," kata pria bergelar doktor itu.

Dari catatan lontar yang dipaparkan, pada tahun 1711, terjadi peristiwa banjir panas dari puncak Gunung Agung.

Waktu itu, dalam catatan lontar, banjar panas atau aliran lava menewaskan warga Bukit, Cahutgut, Bantas, dan Kayuaya.

Semua warga yang tinggal di sana waktu itu tercatat meninggal karena aliran lava.

Namun dalam lontar itu tidak dirinci berapa jumlah warga yang tewas, dan sebagainya.

Selain mengenai letusan Gunung Agung, dan Gunung Batur, Sugi Lanus juga menceritakan bahwa dari tiga lontar yang ia amati dan teliti juga banyak bercerita tentang dinamika sosial, pendirian pura, atau candi, atau tempat peribadatan, soal pemberontakan, soal raja, dan soal bencana-bencana alam yang terjadi di Bali, serta peristiwa kemanusiaan.

Selain itu, Pendiri Masyarakat Hanacara ini juga mengungkapkan bahwa apa yang dipetakan oleh Pusat Vulkanologi, dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian ESDM tentang kawasan rawan bencana itu juga sebelumnya telah terekam dalam catatan lontar.

"Pemetaan yang dilakukan dinas terkait sudah luar biasa bagusnya. Ini daerah-daerah yang terindikasi yang akan terkena itu juga disebutkan dalam lontar. Sehingga bisa menjadi pelajaran bersama, mengkonfirmasi bahwa apa yang dipetakan oleh dinas terkait itu sudah terjadi sebelumnya," terang Sugi Lanus.

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved