Potongan Kaki Luh Kariani akan Dikubur di Setra Alit
Pihak keluarga belum bisa membawa pulang potongan kaki tersebut, sebab masih berstatus barang bukti Polres Badung
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ratu Ayu Astri Desiani
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Masih ingat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa Ni Luh Putu Kariani (29)?
Wanita malang yang kaki kirinya putus akibat ditebas oleh suaminya ini sudah pulang ke rumah orangtuanya di Banjar Dinas Tenaon, Desa Alasangker, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, setelah beberapa hari menjalani perawatan intensif di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.
Meski sudah diperbolehkan pulang, namun kondisi wanita dengan dua anak ini masih memprihatinkan.
Sejak tiba di rumah orangtuanya pada Kamis (14/9/2017) lalu, ia hanya bisa menghabiskan hari-harinya di atas tempat tidur.
Kariani memang sudah mendapatkan bantuan tongkat dan kursi roda, namun belum mampu berlatih untuk berjalan.
Ini diakibatkan kaki kanannya yang nyaris putus akibat ditebas oleh suaminya juga belum sembuh.
"Belum bisa ke kamar mandi. Masih pakai pempers dulu. Saat ini baru bisa duduk di atas tempat tidur," kata kakak ipar Kariani, Jro Mangku Gde Made Suriastawa (50), saat ditemui pada Selasa (19/9/2017) siang.
Baca: 14 Taruna Disidang Atas Penganiayaan Hingga Adam Tewas
Sampai saat ini, potongan kaki milik Kariani masih dititipkan di RSUP Sanglah.
Pihak keluarga belum bisa membawa pulang potongan kaki tersebut, sebab masih berstatus barang bukti Polres Badung.
Rencananya, bila potongan kaki tersebut sudah diperbolehkan untuk dibawa pulang, pihak keluarga akan menguburnya di Setra Alit Desa Alasangker.
"Banten peras pejati dan banten piuning yang dihaturkan di Prajapati (setra). Semua orang pasti akan meninggal kan, nah suatu saat kalau dia (Kariani-red) meninggal, saat bungkah nanti akan disatukan kembali. Ini keputusan keluarga," kata Jro Mangku Suriastawa.
Ayah Kariani, Ketut Karda (65), mengatakan pihak keluarga sudah menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada kepolisian.
Ia pun berharap agar hukuman yang disangkakan kepada si pelaku sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan.
Karda juga menegaskan bila putri kelimanya itu sudah memantapkan keinginannya untuk berpisah dengan sang suami Kadek Adi Waisaka Putra (36) yang merupakan pelaku dalam aksi kejam ini.
Baca: 2 WNA Jepang Tewas di Jimbaran, Terdapat Luka Tebasan pada Tubuhnya
"Anak saya sudah pulang ke sini. Dia tidak mau lagi kembali ke suaminya," ungkapnya.
Aksi kekerasan Kadek Adi terhadap Kariani terjadi di sebuah kos-kosan di Banjar Uma Buluh, Desa Canggu, Kuta Utara, Badung, Selasa (5/9/2017) sekitar pukul 17.30 Wita.
Sang suami tega memotong kaki istrinya dengan sebuah pisau atau parang hingga putus diduga akibat cemburu buta.
Dua minggu sudah kasus kekerasan dalam rumah tangga ini terjadi.
Peristiwa mengerikan ini pun menyedot perhatian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI.
Pada Selasa (19/9/2017), rombongan LPSK yang dipimpin oleh Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo datang untuk memberikan perlindungan kepada saksi dan korban.
LPSK memberikan bantuan rehabilitasi medis, rehabilitasi psikologis, dan sosial untuk Kariani.
"Ini adalah peristiwa yang luar biasa. Nanti kami akan mengadakan assement terlebih dahulu, untuk kemudian dibawa dalam rapat paripurna. Nanti di rapat itulah yang memutuskan apakah permohonan yang bersangkutan dikabulkan atau tidak. Kalau dikabulkan ya segera kami berikan pelayanan apakah bentuknya perlindungan atau bantuan," jelas Hasto Atmojo saat menemui Kariani di rumahnya.
Proses Hukum
Sebelum menemui korban di rumahnya, tim LPSK bersama Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH APIK) Bali mendatangi Makopolres Badung, sekitar pukul 10.00 Wita.
Mereka datang untuk berkoordinasi dan mengetahui sejauh mana penanganan yang dilakukan kepolisian.
"Kami apresiasi polisi karena telah sigap melakukan proses peningkatan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Kami pun mengharapkan ditindak tegas sesuai dengan apa yang dilakukan pelaku,” ujar Hasto.
LPSK bersama LBH APIK Bali akan melakukan pendampingan kepada korban dan juga anaknya.
Karena dari pihak LPSK, untuk penanganan kasus ini masih dalam tahap awal saja.
“Kami masih tahap awal, seperti melakukan asesmen medis maupun psikologis. Apakah yang bersangkutan mendapat ancaman atau tidak, karena itu kewenangan kami di LPSK untuk memberikan perlindungan terhadap korban maupun saksi,” jelasnya.
Menurutnya, selain korban juga ada anak korban yang masih duduk di sekolah dasar yang memeroleh guncangan secara psikologis.
Baca: Abi Qowi Korban Penganiayaan Meninggal Dunia Akibat Kekerasan Benda Tumpul di Kepala
Sehingga pihaknya selanjutnya akan memberikan bantuan untuk pemulihan psikologis keduanya.
Hasto menyebutkan, kasus ini banyak yang terjadi di Indonesia khususnya motif cemburu.
Karenanya, kasus semacam ini tentunya menjadi atensi.
Hal itu dikatakan merupakan suatu gejala yang masih kuat diakibatkan oleh budaya patriarki atau menempatkan lelaki pada sebuah keluarga merupakan makhluk yang nomor satu dan perempuan dianggap makhluk nomor dua.
Divisi Hukum LBH APIK Bali, Gusti Ayu Agung Yuli Marhaenigsih, juga akan mengawal kasus ini dan telah bersurat ke LPSK untuk membantu proses asesmen korban, karena asesmen psikologi, sosial harus perlu dilakukan, mengingat kondisi korban saat ini dan kedepannya.
“Bagaimana kedepannya diharapkan korban bisa hidup mandiri atau minimal korban bisa menghasilkan untuk biaya hidup dan pendidikan anaknya kedepan,” jelasnya.
Yuli juga menyatakan, dalam kasus ini sama sekali tidak ada pihak ketiga atau selingkuhan dalam rumah tangga Kadek Adi dan Kariani.
Melainkan, korban sudah mendapat kekerasan dari pelaku sejak masa pacaran (saat di Singaraja).
Ketika pindah ke Denpasar, kekerasan tersebut semakin menjadi-jadi.
Hal itu dipicu lantaran pelaku memiliki sikap yang posesif atau takut kehilangan yang berlebihan.
Dia melanjutkan, kadang korban pun tak diberi ruang gerak maksimal atau tidak diperbolehkan bekerja di areal perkantoran atau bekerja pada areal yang banyak pergaulan.
“Jadi pelaku menginginkan korban untuk bekerja di tempat yang dia mau. Intinya tidak boleh ada pergaulan. Korban juga sempat bekerja di sekolah, tapi pelaku tetap tidak mengizinkan mungkin karena di sekolah tersebut korban akan bergaul dengan banyak orang,” ungkapnya.
Dia menyayangkan korban tak pernah melaporkan kekerasan yang dialaminya sejak dahulu.
“Proses hukum harus terus dilanjutkan, mengingat kasus ini sudah masuk dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga mengakibatkan korban cacat seumur hidup,” tegasnya.
Baca: Polda Bali Bongkar Kasus Pengadaan Alkes RSUD Badung
Sementara itu, Kapolres Badung, AKBP Yudith Satriya Hananta, didampingi Kasatreskrim, AKP I Made Pramasetya, mengungkapkan saat ini proses hukum terus berjalan.
Namun, masih menunggu proses pemeriksaan kejiwaan dari pelaku.
“Mungkin dalam minggu ini sudah selesai dan mendapatkan hasilnya,” ujarnya.
Yudith juga menyatakan, dalam waktu sepekan kedepan akan masuk dalam tahap I setelah adanya hasil pemeriksaan jiwa.
Dan kondisi pelaku hingga saat ini dalam keadaan normal.