Kisah Sedih Balita Pengidap HIV, Kedua Orangtuanya Meninggal karena Virus yang Sama
Balita mungil ini harus menanggung penyakit human immunodeficiency virus (HIV) di usianya yang baru menginjak lima tahun.
Kedua orang tuanya telah tiada meninggalkan Melati seorang diri, akibat mengidap penyakit mematikan tersebut.
"Disaat baru umur 17 bulan sudah harus ditinggal ayahnya, akibat penyakit itu (HIV)," kata Sri saat ditemui Tribun Jogja.
"Kami sempat kaget karena kami baru tahu setelah dokter memberikan keterangan penyakit itu yang mengakhiri hidup ayah Melati," tambah Sri.
Mengetahui sang suami mengidap penyakit mematikan tersebut, ibu Melati sempat shock dan ketakutan.
Pasalnya, bila suaminya mengidap penyakit tersebut, otomatis dia dan buah hatinya dalam bahaya.
Apa yang ditakutkan ibu Melati benar adanya. Dokter mengeluarkan keterangan bahwa dia dan buah hatinya menuruni penyakit yang dibawa sang suami.
Setelah itu, hari demi hari kondisi ibu Melati semakin menurun.
Dari cerita Sri, putrinya terlihat begitu lemas. Sehari-harinya lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur.
"Kondisinya lemas sekali, kami bawa ke rumah sakit waktu itu. Baru dua hari di rumah sakit, Allah sudah mengambilnya, tepat di saat Melati berumur 3 tahun," kenang Sri berlinang air mata.
Ibunya Tetap Kerja
Dari kacamata Sri, ibu Melati adalah seorang wanita pekerja keras. Meskipun divonis mengidap penyakit HIV, namun semangat hidupnya tetap membara.
HIV seolah bukan halangan untuk tetap membanting tulang. Ibu Melati tetap saja bekerja kesana kemari demi mencari sesuap nasi untuk Melati.
"Sudah saya bilangin, udah ibu aja yang kerja. Kamu di rumah saja ngurusin Melati. Dia tetap keukeuh kerja. Padahal gajinya sendiri hanya Rp 800 ribu," imbuh Sri.
Namun demikian, seiring berjalannya waktu kondisi ibu Melati semakin memburuk.
Sri mengatakan, sebelum menemui ajalnya, ibu Melati punya sebuah keinginan untuk buah hatinya.
"Pas Melati mau ulang tahun, ibunya bilang sama saya "Buk, ulang tahune Melati digawe kepiye ya? (Buk, ulang tahunnya Melati dibuat seperti apa ya?) Saya jawab, mbok uwis rasah gedhen-gedhen (saya jawab, ya sudah ga usah besar-besaran). Dia kemudian nyuruh saya beli nasi ayam sepuluh bungkus untuk dibagi ke tetangga," terangnya.