Jumat, 3 Oktober 2025

Menabung 35 Tahun, Akhirnya Tukang Jahit Difabel di Banjarnegara Bisa Naik Haji

Jemantar Muhammad Mansur (62), warga dusun Banagara RT 2/2 Dusun Banagara Desa Mantrianom, Bawang sampai sekarang masih sulit percaya

Editor: Sugiyarto
TRIBUN JATENG/KHOIRUL MUZAKKI
Jemantar Muhamad Mansur, tukang jahit di Banjarnegara naik haji tahun ini setelah menabung puluhan tahun 

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki

TRIBUNNEWS.COM, BANJARNEGARA -Jemantar Muhammad Mansur (62), warga dusun Banagara RT 2/2 Dusun Banagara Desa Mantrianom, Bawang sampai sekarang masih sulit percaya, keinginannya menunaikan ibadah haji ke tanah suci bisa terlaksana tahun ini.

Keinginan itu telah ia pupuk sejak 40 tahun silam.

Semenjak itu, ia hampir tak pernah ketinggalan untuk mengantarkan teman atau tetangganya berangkat haji, meski hanya sampai di alun-alun Banjarnegara.

Air matanya selalu meleleh saat melepas calon jamaah haji ke tanah suci.

Ia sambil membayangkan, suatu ketika, ia lah yang akan diantar oleh teman dan para tetangganya berangkat ke tanah suci.

"Saya masih gak menyangka. Dulu saya suka mengantar, sekarang diantar. Saya bahagia dan bersyukur sekali,"katanya, Selasa (8/8/2017).

Dilihat secara kasat mata, rasanya sulit dipercaya Jemantar bisa melunasi ongkos naik haji.

Ia bukanlah keluarga berada.

Penampilan rumahnya sederhana.

Ia tak memiliki sawah umumnya orang desa.

Jemantar juga tak memiliki profesi yang menjanjikan kelimpahan harta.

Jemantar adalah penyandang disabilitas yang hanya berprofesi sebagai tukang jahit biasa.

Karena keterbatasan fisik, Jemantar kesulitan mengakses pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.

Namun siapa sangka, dari hasil pekerjaannya itu, ia bisa menyisihkan pendapatan untuk tabungan haji.

"Karena keterbatasan fisik, saya bisanya cuma menjahit. Pekerjaan ini saya tekuni hingga sekarang,"katanya

Pekerjaannya itu pun ia jalani dengan berat.

Di awal perjuangannya, ia harus berjalan kaki tiap hari memakai alat bantu sepanjang 1,5 kilometer menuju tempat mangkalnya di komplek Pondok pesantren Tanbihul Ghofilin Mantrianom, Bawang.

Beruntung, empat tahun belakangan ini, seorang donatur mendermakan motor tua kepadanya.

Ia pun memodifikasinya dengan roda tiga agar bisa dikendarai.

Penghasilan sebagai tukang jahit ternyata tak menentu.

Kecenderungan masyarakat kini lebih memilih membeli pakaian jadi produk pabrikan atau konveksi ketimbang menggunakan jasa penjahit.

Membeli pakaian jadi dirasa lebih praktis dan jauh lebih murah daripada menggunakan jasa penjahit untuk membuatkannya.

Jemantar akhirnya lebih banyak mengandalkan momentum ajaran baru untuk memperoleh penghasilan lebih.

"Saya biasa menjahit seragam anak sekolah dan santri. Kalau bukan pas momentum ajaran baru, pendapatan tak menentu. Pernah sehari hanya dapat Rp 5000,"katanya

Dalam kondisi ekonomi tak menentu, Jemantar harus menghidupi istri dan enam anaknya.

Karena keterbatasan biaya, ia hanya mampu menyekolahkan tiga anak pertamanya sampai tamat Sekolah Dasar (SD).

Ia lantas memasukkan anak-anaknya itu ke pesantren yang menggratiskan biaya pendidikan.

Sementara anak bungsunya kini masih menginjak bangku kelas 1 Madrasah Aliyah (MA).

Karena kondisi ekonomi yang kurang, penghasilan Jemantar lebih banyak habis untuk menutupi kebutuhan keluarga yang menjadi prioritasnya.

Jika sisa, baru ia sisihkan untuk tabungan haji yang ia tak pernah tahu sampai kapan uangnya bisa terkumpul untuk mendaftar haji.

Setelah 35 tahun menabung, ia memberanikan diri untuk mendaftar haji ke Kemenag dengan uang yang terkumpul.

"Yang penting saya ada niat dulu. Lalu saya sisihkan sedikit demi sedikit kalau ada sisa. Alhamdulillah tahun 2011 saya bisa mendaftar haji,"katanya

Ibadah haji lebih banyak berisi gerakan fisik pada setiap rukunnya, mulai dari tawaf, sa'i hingga melempar jumrah.

Meski fisiknya tak sempurna, Jemantar yakin bisa melalui setiap tahapan rukun haji dengan baik.

Keterbatasan fisik tak membatasinya untuk menyempurnakan rukun Islam.

Ia pun telah menyiapkan sebuah kursi roda yang ia pinjam dari seorang teman untuk dipakai saat melaksanakan ibadah haji.

Namun, tetap saja, ada sedikit kekhawatiran yang menghinggapi pikirannya ketika melaksanakan tahapan ibadah haji.

"Saya membayangkan, jika melempar jumrah dengan alat bantu, saya akan kesulitan melempar. Tapi saya yakin, semua akan dimudahkan oleh Allah,"katanya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved