Kisah Pilu Kurniawati, Lahir di Malaysia, Belajar Baca di Penjara, Umur 19 Tahun Mendadak WNI
Tak ada seorang anakpun yang bisa memilih dilahirkan oleh siapa dan di mana, sama seperti Kurniawati yang sepanjang hidupnya jadi 'pelarian'.
Dua bulan menjalani hukuman penjara di kepolisian, ia kemudian diserahkan kepada pihak Imigrasi Malaysia dan ditahan di Depo Imigresen Bekenu.
Selama di Malaysia, Kurniawati tak pernah mengenyam pendidikan.
Jangankan bersekolah, untuk mendapatkan fasilitas lain, ia harus sembunyi-sembunyi dari kejaran petugas setempat.
"Saya belajar membaca di penjara, ada kawan yang ajarkan saya baca. Alhamdulillah, saya bisa baca sekarang, walau sedikit-sedikit," kata Kurniawati terbata-bata saat bercerita kepada Kompas.com di Kantor Dinas Sosial Propinsi Kalimantan Barat, Rabu (9/11/2016).
Saat ditanya daerah asal orangtuanya, ia kerap menjawab dengan terbata-bata dan kebingungan. "Dari Seluas," katanya.
Setiap kali ditanya daerah asalnya, ia selalu bertanya terlebih dahulu kepada seorang TKI yang duduk di sebelahnya saat itu.
Sang ibu, Siti Fatimah, mengatakan bahwa ia pertama kali bekerja di Sarawak pada 1994.
Dua tahun sebelum berangkat, Siti bersama suaminya tinggal di wilayah transmigrasi di Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
"Setelah jatah transmigrasi selesai dua tahun, saya mulai masuk bekerja di perkebunan di daerah perbatasan."
"Awalnya masuk lewat Jagoi Babang dan bekerja di Serikin," ujar Siti Fatimah.
Sejak saat itulah, ia dan suaminya menjadi buruh migran di Malaysia. Mereka punya lima anak yang semuanya lahir di Sarawak.
Kurniawati adalah anak bungsu yang sejak lahir tak pernah berjumpa dengan bapaknya.
"Suami saya enggak tahu pergi ke mana sampai sekarang," kata Fatimah.
Mendengar kabar anaknya akan dipulangkan ke Indonesia melalui jalur darat Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Fatimah pun menyusulnya.
Mereka bertemu di perbatasan dan sama-sama ikut diberangkatkan ke Pontianak menggunakan bus menuju kantor Dinas Sosial.