Maluku Harus Dapat Manfaat Setimpal dari Blok Masela
Untuk itu, Maluku harus memastikan dapat memperoleh manfaat yang setimpal dari Blok Masela.
TRIBUNNEWS.COM, AMBON - Provinsi Maluku yang memiliki sumber daya alam berupa migas dan hasil laut yang melimpah tidak dapat keluar dari peringkat ke-4 termiskin di Indonesia, apabila hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah pusat.
Alokasi anggaran yang berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk, dirasakan sangat tidak adil bagi Maluku, yang memiliki luas laut lebih besar dibandingkan daratan.
Potret Kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan di Maluku, hanya bisa diatasi lewat dorongan pemanfaatan Blok Gas Abadi Masela dan Blok Migas lainnya, yang sudah pasti dapat menjadi sumber pemasukan bagi negara dan juga bagi Maluku.
Untuk itu, Maluku harus memastikan dapat memperoleh manfaat yang setimpal dari Blok Masela.
Maluku juga harus mempersiapkan diri karena akan menghadapi pertemuan teknologi barat, Jepang dan berbagai negara dalam hal pengelolaan sumber gas di Masela sebagai ujung tombak perekonomian.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Archipelago Solidarity (Arso) Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina saat memberikan kuliah umum di Fakultas Pendidikan MIPA Universitas Pattimura Ambon, Selasa (1/11), tentang ”Maluku: Pilihan Kemitraan Strategis”.
Kuliah umum yang digelar di aula Rektorat Lantai II Kampus Unpatti ini dihadiri Pembantu Rektor I Dr. Muhamad Riyad Uluputty,MS, Dekan Fakultas MIPA, Prof.Dr.Threse Laurens,S.Pd; M.Pd, Ketua Jurusan MIPA, Dr. Anderson L. Palinussa,S.Pd,M.Pd, serta staf pengajar dan sekitar 600 mahasiswa dari berbagai jurusan dan program study.
Selain Engelina, salah satu dosen Unpatti lainnya, Dr. M. Nur Matdoan, M.Pd, juga memaparkan tentang “Pembelajaran Sains Berbasis Kepulauan. Kuliah umum ini berlangsung menarik, dipandu moderator Stevi Melay,S.Pd.M.Si.
Lulusan Universitas Bremen Jerman ini mengatakan, jika pilihan zona dan teknologi berbasis di darat (onshore), maka partisipasi masyarakat akan lebih tinggi.
Hal ini harus dimanfaatkan oleh perguruan tinggi dengan menyiapkan sumber daya manusia di berbagai sektor, untuk mengisi pengembangan industri turunan dari hasil produksi lapangan gas abadi tersebut.
Industri turunan, kata Engelina, dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha kecil lain, sehingga perekonomian di wilayah dapat berkembang, termasuk sector pariwisata maupun perhubungan.
Dengan demikian, peran perguruan tinggi dan tenaga guru sangat dibutuhkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten untuk mendorong pemanfaatan industri hilir.
Engelina mencontohkan, jelang akhir abad 20, Deng Xiaoping asal Tiongkok diakui sebagai perancang pertumbuhan ekonomi Tiongkok, mampu meningkatkan standar hidup rakyat lebih dari satu miliar jiwa.
Motor Penggerak
Engelina berharap, Unpatti dan universitas lainnya di Maluku dapat berfungsi sebagai motor penggerak dan partner pemerintah untuk mengawal pengelolaan 25 blok migas yang ada.
Lembaga riset juga diharapkan mampu untuk melahirkan reformasi pendidikan, guna meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga outputnya, dapat digunakan sebagai solusi dalam menghadapi masalah pendidikan di Maluku.
Engelina mengatakan, Awal abad 21, sekitar 90 persen zona kepulauan Maluku dengan luas 850.000 kilometer persegi, terdiri dari laut.
Kepulauan Maluku sangat kaya keragaman-hayati, ikan, emas, minyak, gas dan mineral strategis lainnya.
Resikonya yakni selama 400 tahun terakhir, zona-zona kaya sumber alam sering terjebak konflik dan kemiskinan atau the paradox of plenty.
Sebanyak 15 blok Minyak dan Gas (Migas) dikelola oleh investor asing di Maluku, sedangkan 10 blok lainnya masih ditawarkan ke para investor.
Namun menurut Biro Pusat Statistik (BPS) Maluku tahun 2015, Provinsi Maluku yang berpenduduk 1,6 juta jiwa, 18,84 persen atau sekitar 307.000 jiwa adalah penduduk miskin dan menempati urutan ke-4 setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Engelina berpendapat, Maluku dapat keluar dari jebakan paradox of plenty, resiko konflik dan kemiskinan dengan menerapkan model triple-helix dalam program kebijakan pembangunan berkelanjutan (triple-bottom-line).
Misalnya, level partisipasi masyarakat Maluku dan sekitarnya sangat bergantung pada pilihan zona dan teknologi ekstraksi sumber-sumber alam seperti 25 blok migas Maluku.
Sedangkan Pembantu Rektor I, Muhamad Riyad Uluputty, juga menyampaikan tentang kendala wilayah kepulauan dan jarak antar pulau, yang mempengaruhi kualitas pendidikan.
Tanpa anggaran pendidikan yang lebih, kata Uluputty, sangat sulit untuk mengejar ketertinggalan dari provinsi lain.
Sementara itu, Dr. M. Nur Matdoan, M.Pd di hadapan mahasiswa memaparkan tentang kekayaan laut Maluku, yang menyimpan potensi hayati serta pentingnya pembelajaran sains bagi daerah pesisir di Maluku.