Pengakuan Dokter Kena Pingpong saat Minta Rekomendasi Kemenkes
Erta Priadi Wierawijaya membenarkan telah mengunggah tulisan di Facebook, soal rumitnya mendapatkan rekomendasi Kementerian Kesehatan.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Erta Priadi Wierawijaya membenarkan telah mengunggah tulisan di Facebook, soal rumitnya mendapatkan rekomendasi Kementerian Kesehatan.
Surat sakti Kemenkes digunakan Rumah Sakit Kharisma Cimamere untuk mengeluarkan kontainer berisi alat kesehatan gratis pemberian LSM luar negeri dari pelabuhan.
Kepada Tribun Jabar, Erta mengakui rumah sakit tempatnya bekerja telah beroperasi selama dua tahun. Sejak awal sampai sekarang RS Kharisma selalu melayani masyarakat Kabupaten Bandung Barat, terutama yang tidak mampu.
Baca: Keluhan Dokter Soal Susahnya Kantongi Surat Sakti Kemenkes Jadi Viral
RS Kharisma telah menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan, setelah itu jumlah pasien pun melonjak. Namun alat kesehatan RS Kharisma masih sangat terbatas.
"Sementara biaya untuk membeli alkes mahal sekali karena di Indonesia itu termasuk barang mewah. Sementara kalau mencari invesator nanti malah membebani pasien dan tidak sesuai visi rumah sakit," cerita Erta kepada Tribun Jabar melalui sambungan telepon, Senin (17/10/2016).
Kepala Bidang Pelayanan RS Kharisma Cimareme ini mengatakan, pihaknya mencoba mencari bantuan. Alhasil sebuah LSM dari Amerika Serikat membantu RS Kharisma Cimamere.
"Ada NGO terkenal dan terbesar di Amerika yang biasa menyalurkan alkes ke negara berkembang, mereka mau membantu dan gratis. Kami hanya biaya kirimnya saja," Erta menambahkan.
Harapan RS Kharisma Cimareme sirna untuk mendapatkan alkes bantuan karena terbentur kendala. Dalam prosesnya, RS Kharisma sulit mendapatkan izin dan rekomendasi hibah yang dikeluarkan Kemenkes.
"Dari sana (Amerika) sudah positif, kami urus izinya tapi berlarut hampir setahun. Mereka pun bertanya kenapa izin belum beres? Kalau kelamaan mereka kirim ke yang lain karena banyak yang butuh. Ya sudah kami minta dikirim," kata Erta seraya menyebut pengiriman melalui jalur laut.
Paket alkes tersebut sudah sampai di Indonesia pada Juli 2016. Hingga sampai saat ini RS Kharisma belum bisa mendapatkan paket tersebut lantaran belum memiliki izin Kemenkes.
"Barang sudah ada di pelabuhan dan tidak bisa dibongkar karena kami tak ada rekomendasi. Kalau dari Kementerian Perindustrian dan Bea Cukai sudah tidak ada masalah. Cuma dari Kemenkes belum," terang Erta.
Ia mengatakan, pengajuan untuk mendapatkan rekomendasi dan izin hibah sudah dilakukan sesuai prosedur berlaku. Tapi selalu saja muncul masalah di sana sini.
"Kami dilempar satu bagian ke bagian lain. Saya tidak tahu kenapa seperti itu. Tapi penuh birokrasi yang menyulitkan," kata Erta yang menurutnya birokrasi panjang di Kemenkes tak sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo.
Diakuinya memang masih banyak rumah sakit yang masih kekurangan alkes khususnya ruang intensif. Kalaupun ada, pasien akan terbebani biaya tinggi lantaran alkes milik rumah sakit dibeli dengan harga mahal.
"Bed ICU itu ratusan juta, belum yang lain seperti ventilator, patient monitor. Nah, jadi costnya tinggi kalau dibebani ke pasien. Itu yang menyulitkan kami. Kalau hibah tidak ada nilai investasi karena kami hanya mengeluarkan biaya perawatan," kata Erta.
Mencari bantuan alkes, kata Erta, untuk mengurangi beban biaya kesehatan. Ia ingin pasien RS Kharisma mendapatkan pelayanan kesehatan dengan biaya lebih murah.
"Tapi ketika kami mencoba itu terbentur terhadap aturan birokrasi yang kompleks dan menutup harapan untuk bisa dapat. Kalaupun membeli tentunya mahal," kata Erta.
RS Kharisma berharap kiriman LSM asal Amerika bisa segera diterima. Sebab sudah setahun lebih pihaknya mengajukan bantuan tersebut. Apalagi Semua prosedur dan persyaratan sudah dipenuhi.
"Kami berusaha melalui prosedur legal. Tapi kami dibikin pusing dan proses panjang," kata Erta.
Alkes yang dikirim LSM asing itu berupa bed ICU, patient monitor, ventiltor, mesin USG, manekin untuk pelatihan, dan lainnya. "Itu semua kami butuhkan," kata dia.
Redaksi: Telah terjadi revisi sebelumnya tertulis RS telah beroperasi selama sembilan tahun. Telah diubah menjadi dua tahun.