Jual Ayam Tiren, Ibu Rumah Tangga di Semarang Ditangkap Polisi
Seorang ibu rumah tangga di daerah Marjosari, Kelurahan Sawah Besar, Gayamsari, Kota Semarang, diamankan aparat reserse kriminal Polrestabes Semarang
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Muh Radlis
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Seorang ibu rumah tangga di daerah Marjosari, Kelurahan Sawah Besar, Gayamsari, Kota Semarang, diamankan aparat reserse kriminal Polrestabes Semarang, Senin (13/7/2015) malam.
Ibu rumah tangga bernama Kusni (50) itu kedapatan menjual ayam tiren (bangkai ayam mati kemarin) di rumahnya.
Total 15 ekor bangkai ayam disita dari rumah Kusni.
Ayam tiren ini dijual Kusni di Pasar Genuk, Semarang. Informasi yang dihimpun, Kusni mendapatkan ayam tiren itu dari seorang sopir pengantar ayam di Pasar Kubro. Ayam yang mati selama perjalanan dibeli Kusni dari supir tersebut.
Kusni sebelumnya sudah diintai oleh tim Reskrim Polrestabes Semarang.
"Ada informasi di pasar Genuk beredar ayam tiren. Setelah dicek, kami tangkap tangan ibu kusni," kata Kombes Pol Burhanudin, Kapolrestabes Semarang, Selasa (14/7/2015).
Kusni terbilang cerdik, dia melumuri bumbu kuning dan memotong motong ayam tersebut untuk mengelabuhi pembeli.
"Bangkai yang sudah terlalu busuk dijadikan makanan ikan lele, tapi yang masih kelihatan bagus dijual dan dilumuri bumbu kuning," katanya.
Untuk setiap potongan ayam tiren, Kusni menjualnya seharga Rp 3 ribu. Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Sugiarto, menuturkan, Kusni sudah menjalankan usaha jualan ayam tiren selama dua tahun.
"Tapi jualannya tidak setiap hari, hanya ketika ada ayam mati yang diantar ke pasar kubro saja," kata Sugiarto.
Sementara itu, barang bukti ayam tiren jualan Kusni langsung dimusnahkan di lapangan Mapolrestabes Semarang. Ayam tiren itu dibakar lalu dikubur dalam tanah.
Meski kedapatan menjual ayam tiren, namun Kusni belum ditetapkan sebagai tersangka.
Saat ini, Kusni masih berstatus terlapor dengan pelanggaran pasal 62 juncto pasal 8 ayat (2) Undang Undang nomor 8 tahun 199 tentang perlindungan konsumen.
"Ancaman hukumannya maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 2 milyar," katanya. (*)