Jumat, 3 Oktober 2025

Demam Batu Akik, Warga Bolmong Cari Alternatif Batu Lokal

Meskipun bukan batu akik, sejumlah masyarakat mengambilnya untuk membuat cincin batu, karena memiliki corak yang indah.

Editor: Dewi Agustina
Tribun Manado/Handhika Dawangi
Batu Akik Bolmong 

TRIBUNNEWS.COM, KOTAMOBAGU - Batu akik belakangan makin digemari di Indonesia, tak terkecuali di Bolaang Mongondow Raya (BMR).

Tak hanya bapak-bapak yang tertarik, pemuda pun sudah mulai mengoleksi batu alam tersebut, bahkan kaum perempuan juga sudah mulai memakainya.

Setiap hari, di tempat kerja, cafe dan taman, orang-orang membahas mengenai batu akik, harganya, jenisnya, warna dan motifnya, tidak ada habisnya.

Diberikan cahaya, dicelupkan ke air, sampai didekatkan dengan batang rokok. Hal itu untuk mengetes apakah batu akik miliknya asli atau palsu.

Memang harga batu akik cukup mahal. Jika sudah dibuat menjadi cincin, harganya berkisar dari ratusan ribu sampai jutaan rupiah.

Tak heran banyak juga yang tak memiliknya. Itupun yang membuat sebagian orang di BMR mencari alternatif lain agar tidak ketinggalan tren cincin batu alam.

Mencari batu lokal. Yaa itulah yang dilakukan. Di Bolaang Mongondow Raya, selain terkenal dengan adatnya yang masih kental, tanah Totabuan itu juga memiliki keindahan alam yang tak kalah menariknya. Air terjun, persawahan, sungai, dan pegunungan.

Di tempat-tempat seperti itulah banyak ditemukan bongkahan batu alam. Meskipun bukan batu akik, sejumlah masyarakat mengambilnya untuk membuat cincin batu, karena memiliki corak yang indah.

Selanjutnya, mereka membawa bongkahan batu tersebut di tempat perajin batu tepatnya di Kotamobagu.

"Kalau batu biasa seperti itu, setiap hari yang datang hanya satu orang. Kalau akik puluhan orang," ujar Sultan (28), satu di antara perajin batu akik di Pasar Serasi.

Proses pembentukan menjadi bulatan lonjong sehingga pas di gagang cincin memang sama dengan akik. Dikikis dan dipoles dengan mesin. Namun ada hal yang membedakannya.

"Kalau batu akik, saya sangat berhati-hati. Kalau batu biasa tidak karena saya tahu banyak," ujarnya.

Selain itu, dikatakannya batu biasa sering hancur dibandingkan dengan batu akik.

"Kalau akik yang hancur, saya harus menggantinya dan itu mahal," ujarnya.

Untuk harga yang dipatok setiap satu batu yang dikikis, pengrajin batu yang baru dua bulan ini memasang harga sama dengan akik.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved