Perempuan Tangguh Penambang Emas
Tati (35), perempuan penambang emas tradisional di Desa Tambang Sawah Provinsi Bengkulu
Terancam
Mereka menyadari bahwa aktivitas tersebut penuh dengan risiko sakit hingga kematian akibat terpapar merkuri dan limbah hasil pengolaan emas dan perak. Namun demi bertahan hidup, risiko itu mereka hiraukan.
“Tidak saja racun yang kami takutkan, longsornya dinding lubang juga menjadi ancaman serius. Tidak sedikit penambang tewas karena terkubur longsoran tanah dari lubang yang mereka buat sendiri,” ungkap Tati.
Selain racun merkuri dan longsor, ancaman lainnya yang kini siap dihadapi penambang emas adalah perusahaan tambang. Baru-baru ini, perusahaan berskala internasional sedang membidik kawasan tersebut menjadi wilayah konsesi pertambangan emas. Setidaknya, terdapat empat desa dalam Kecamatan Pinang Belapis dan Lebong Utara menjadi wilayah konsesi perusahaan tambang tersebut, keempat desa itu yakni Tambang Sawah, Lokasari, Lebong Tambang dan Air Dingin.
Tuti dan Nui hanya bisa pasrah saja dengan rencana itu. Kehidupan mereka terancam suram. Rumah dan mata pencaharian yang selama ini mereka punya terancam hilang akibat konsensi ini.
“Kalau perusahaan masuk, kami gimana? Mau makan apa? Duh," keluh Nui, mendadak berhenti memunguti tanah.
Izin eksplorasi dan eksploitasi perusahaan tambang skala besar itu telah mendapat restu dari pemerintah setempat. Perusahaan itu setidaknya mendapat wilayah konsesi seluas 30.000 hektar yang masuk ke wilayah empat desa itu hingga perbatasan TNKS.
Sementara itu, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bengkulu, Iskandar ZO, membenarkan rencana beroperasinya perusahaan tambang di wilayah itu. Namun pihaknya mengaskan kepada Pemda Lebong agar konflik sosial harus diselesaikan terlebih dahulu.
“Pemda Lebong harus selesaikan dulu konflik sosial, baru izin bisa dikeluarkan. Kalau kami dari provinsi hanya bisa memberikan saran dan rekomendasi saja,” kata dia.