Marzuki: DPRD Bisa Lengserkan Bupati yang Langgar UU
Ketua DPR RI, Marzuki Alie meminta DPRD Kabupaten Buton Utara mengelar sidang paripurna jika ada pelanggaran UU No 14 tahun
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI, Marzuki Alie meminta DPRD Kabupaten Buton Utara mengelar sidang paripurna jika ada pelanggaran UU No 14 tahun 2007 tentang pembentukan kabupaten Buton Utara, Sultra terutama pasal & tentang kedudukan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
“Jika ada pelanggaran maka bupati tidak mematuhi UU. Bupati ini bisa dilengserkan karena hal ini. Tapi pelengserannya harus melalui rapat paripurna DPRD. DPRD nyatakan ada pelanggaran, kemudian diajukan ke Mahkamah Agung dan jika MA berpendapat ada pelanggaran, maka DPRD bersidang kembali untuk mengimpeacht dimana kemudian dilanjutkan dengan mengirimkan salinan putusan paripurna itu kepada presiden untuk mencopot bupati itu. Saya hanya tahu itu saja solusinya,” ujar Marzuki kepada wartawan usai menerima Forum Masyarakat Pembela UU Kabupaten Buton Utara, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/2/2013).
Marzuki mengaku bahwa di era otonomi yang seluas-luasnya seperti saat ini, pemerintah pusat tidak lagi bisa melakukan hal-hal yang sudah menjadi kewenangan daerah. Tapi sayangnya semua hanya bisa menyalahkan pemerintah pusat.
”Seperti kasus Aceng Fikri saja mekanismenya. Kita di tingkat pusat tidak bisa berbuat apa-apa. Para kepala daerah bisa berbuat seenaknya termasuk melanggar UU,” jelasnya.
Marzuki mengatakan perlu dicarikan solusi bagi para kepala daerah yang melanggar UU karena jika tidak akan banyak masalah seperti ini dan Indonesia bisa pecah karenanya.
”Dulu pemerintah pusat pernah ingin membatasi dengan sebuah aturan, tapi hal ini dibatalkan oleh MK. Jadi memang ada masalah dengan UUD kita dan perlu diamandemen. Kalau hal-hal seperti ini dibiarkan maka Indonesia bisa pecah,” tegasnya.
Sementara itu Koordinator Forum Masyarakat Pembela UU Kabupaten Buton Utara Ikhwan Karmawan, menegaskan telah terjadi pelanggaran dan pembangkangan yang dilakukan Bupati Muhammad Ridwan Zakaria.
"Pembangunan kantor-kantor pemerintahan dilakukan bupati diluar ibukota yang sudah ditetapkan oleh UU. Kondisi ini sudah memicu konflik horizontal antara anggota masyarakat dan kalau terus dibiarkan maka kemungkian terjadi lagi konflik horizontal sangat besar," katanya.