Tarian Empat Keraton Temani Makan Siang Tamu
DI ruang utama Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, lima perempuan berbaju keemasan dan dengan bawahan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Tarsisius Sutomonaio
TRIBUNNEWS.COM -- DI ruang utama Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon, lima perempuan berbaju keemasan dan dengan bawahan batik kombinasi hitam dan merah beraksi bak bidadari. Mereka memainkan selendang yang berpangkal pada pinggul dengan kedua ujung jari tangan.
Sambil memainkan selendang di sisi kiri dan kanan, kelima perempuan itu melangkah ringan, sedikit berlari memutar. Dengan selendang itu seolah mereka memiliki sayap lalu melangkah di udara. Sesekali, mereka berbaris untuk membuat formasi yang sama. Pada saat lain, mereka duduk dan menari dengan anggun.
Kedua telapak tangan mereka tidak jarang mengatup, lalu sedikit menundukkan kepala. Begitulah para perempuan itu memperlihatkan rasa hormat kepada para tamu-tamu yang berada di ruang utama Keraton Kasepuhan. Lima perempuan itu membawakan Tari Sekar Keprabon dari Keraton Keprabonan.
Para penari itu melakonkan para putri raja yang sedang menyambut tamu sang raja seperti para petinggi atau pejabat. Itulah inti Tari Sekar Keprabon.
Tak lama berselang, muncul tiga pria berbalut baju hitam sambil menggenggam senjata berupa mata tombak. Kadang-kadang, mereka mengacungkan senjata itu ke atas selain melakukan gerakan agresif lainnya.
Tiga pria itu selanjutnya ditemani tiga perempuan berbaju kuning dengan membawa senjata yang sama, tetapi tersembunyi di balik selendang dalam genggaman. Itulah Tari Manggala Yudha dari Keraton Kacirebonan, simbol pasukan perang yang sedang memamerkan kemampuannya di hadapan raja.
Berikutnya, muncul tiga gadis dengan juntaian kembang dari di kepala mereka. Mereka tampak anggun, tampak seperti ratu. Bukan hanya karena pakaian yang mereka kenakan, melainkan juga karena gerakan tari yang tampak lamban. Tarian itu menceritakan putri-putri Keraton Kanoman yang beranjak dewasa. Selain itu, gerakan tiga gadis itu melambangkan keteguhan.
Tak lama, tiga pria dengan seragam merah berlari memasuki panggung. Mereka membawa topeng yang dikenakan ketika berada di panggung. Sejak memakai topeng, ketiganya selalu menengadah ke atas. Ketiganya berusaha membuat langkah terlebar. Beberapa kali, mereka tertawa seperti suara raksasa lalu berjingkrak-jingkrak. Tarian pamungkas itu dikenal dengan Tari Rampak Topeng Kelana dari Keraton Kasepuhan.
Tampilan tarian dari empat keraton itu menemani makan siang para tamu yang menghadiri Gelar Budaya Keraton. Tarian-tarian itu seolah melengkapi menu khas Cirebon, yakni ikan, udang, dan tahu gejrot.
Sultan Keraton Kasepuhan, Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat, mengatakan Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon membutuhkan banyak pameran bertaraf nasional dan internasional. Hal ini demi menyediakan ruang-ruang kreativitas bagi pertumbuhan ekonomi kreatif.
"Seniman dan perajin tidak hanya membutuhkan dana tetapi juga ruang kreativitas atau even-even. Kalau tidak, mereka akan mati. Kesenian dan kerajinan pun punah," kata Arif pada sela-sela Gelar Budaya Keraton di Keraton Kasepuhan, kemarin. Sebaliknya, kata Arif, semakin banyak pameran para seniman dan perajin termotivasi untuk lebih kreatif dan produktif.
Ini berefek pada peningkatan ekonomi seniman dan perajin. Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya (ESKB) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Ahmad Sya, menyebutkan keraton-keraton di Cirebon berpotensi menjadi pusat ekonomi kreatif, seni, dan budaya.
"Pemerintah sedang mendorong keraton-keraton itu dengan konsep bottom up," ujarnya.
Sasaran utama, ucapnya, adalah kaum muda lantaran lebih dinamis. Menurutnya, Dirjen ESKB menandatangani MoU dengan STSI Bandung agar orang-orang membantu mengembangkan ekonomi kreatif di Cirebon, misalnya untuk menjadi pelatih tarian (koreografer).
Ia pun sepakat dengan Arif soal kebutuhan even di Cirebon. Ahmad menyatakan ekonomi kreatif mampu melepaskan masyarakat dari kemiskinan, membuka lapangan kerja untuk mengolah hal yang dianggap tak bernilai menjadi bernilai, berpihak pada lingkungan, dan berpihak pada pertumbuhan di berbagai sektor. (*)