RUUK DIY
Peluang Anglingkusumo Jadi Paku Alam Kandas
Konflik internal Pura Pakualaman pasca pengukuhan KPH Anglingkusumo menjadi KGPAA Paku Alam IX, sempat membuat beberapa pihak
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hendy Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Konflik internal Pura Pakualaman pasca pengukuhan KPH Anglingkusumo menjadi KGPAA Paku Alam IX, sempat membuat beberapa pihak khawatir mengenai mekanisme pengisian jabatan Wakil Gubernur DIY. Karena, saat ini yang diakui sebagai PA IX bertahta adalah KPH Ambarkusumo yang Jumenengan pada 31 Mei 1999.
Namun, dengan diundangakannya UU nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY atau dikenal dengan UUK DIY, maka manuver yang dilakukan Anglingkusumo otomatis tereleminir. Sebab, pada UU tersebut tegas disebut bahwa pengisi jabatan kepala daerah adalah Sultan dan Paku Alam yang bertahta sesuai dengan paugeran (konvensi) masing-masing institusi.
"UU ini sudah menegaskan, pengisi jabatan adalah Sultan dan atau PA yang bertahta. Siapa yang bertahta? Secara faktual dan secara hukum adalah Sri Sultan HB X dan PA IX. Menurut UU, dua pihak ini yang secara sah memiliki kewenangan melakukan langkah selanjutnya," jelas Ketua Komisi II DPR RI, Agun Ginanjar Sudarsa, di Gedong Pracimosono Kepatihan Yogyakarta, Selasa (4/9/2012).
Lebih lanjut disampaikannya, bahwa DPRD DIY hanya akan menerima surat pengajuan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dari pihak yang menurut UU sah adanya. Lengkap dengan siapa lembaga yang akan mengajukan calon.
"Dalam UU ini diatur, lembaga yang berhak mengajukan calon adalah Pengageng Panitropuro dibawah GBPH Joyokusumo untuk Keraton dan Pengageng Kasentanan Kawedanan yang dipimpin KPH Tjondrokusumo untuk Pakualaman. Jadi saya pikir tidak akan ada masalah dengan dua adipati yang saat ini ada di Pura Pakualaman," terang Agun.
Sementara itu, kerabat Pakualaman, KRMT Roy Suryo menyatakan jika masalah suksesi sebenarnya sudah selesai sejak 13 tahun lalu. Ketika itu, kebetulan Roy turut menjadi panitia dengan menjabat sekretaris jumenengan KPH Ambarkusumo menjadi PA IX, mengaku semua paugeran telah dilaksanakan.
"Bahkan Keraton pun merestui penobatan tersebut. Tak bisa dipungkiri bahwa Keraton dan Pakualaman merupakan dwi tunggal. Berarti, siapa yang diakui Keraton itu lah yang sah," ucap anggota Komisi I DPR RI ini.
Ketua Trah Pakualaman 'Hudyana' Yogyakarta, KPH Kusumoparastho menjanjikan akan segera menyelesaikan konflik internal dengan menyiapkan keputusan sanksi kepada Anglingkusumo. Tapi, Ia enggan menyebutkan sampai batas waktu toleransi yang diberikan dinilai cukup.
"Kita tunggu saja, karena ini masalah internal, maka kami akan sampaikan secara langsung, tidak melalui media. Mengenai kabar Mas Anglingkusumo akan menobatkan diri di dalam Pura, saya rasa itu tidak akan mungkin. Sebab penggunaan Pura harus melalui izin PA IX," tandas Kusumoparastho.
Hal ini ditanggapi dingin oleh pihak Anglingkusumo. Melalui menantunya, Sutan Rheindra Jais, pihaknya tetap berencana melakukan penobatan karena merasa punyak hak menggunakan Pura. "Kami juga sama-sama ahli waris kok," ujarnya.
Ia menegaskan, bahwa langkah yang diambil Anglingkusumo tidak bermuatan politis. Tapi murni perjuangan budaya untuk meluruskan sejarah yang selama ini dinilai dikaburkan. Selain itu juga akan menuntut kejelasan aset yang tidak pernah dikelola secara adil.
Berita Terkait: RUUK DIY