RUUK DIY
Ical Restui Sultan Tinggalkan Golkar
Tokoh Partai Golkar, Sri Sultan Hamengku Bowono X, harus meninggalkan partai sebagai konsekuensi syarat seorang gubernur DIY yang

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh Partai Golkar, Sri Sultan Hamengku Bowono X, harus meninggalkan partai sebagai konsekuensi syarat seorang gubernur DIY yang diatur dalam UU Keistimewaan DIY.
Fraksi Partai Golkar DPR yang juga berperan menggodok dan melahirkan UU tersebut telah berkomunikasi kepada sang ketua umum partai, Aburizal Bakrie (Ical), mengenai aturan dan konsekuensi tersebut.
"Yang jelas fraksi tidak mungkin mengambil keputusan tanpa berkonsultasi kepada beliau (Ical) dan juga Pak Sultan," ujar Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Ade Komaruddin, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (31/8/2012).
Menurut Ade, tak ada rasa kecewa dari Ical dengan adanya aturan yang membuat Sultan harus meninggalkan Partai Golkar. Namun, Ical merasa kehilangan Sultan jika kelak mengundurkan diri.
"Tidak ada. Semuanya kalau dikomunikasikan dengan baik akan berjalan dengan baik. Perasaan kehilangan pasti ada," imbuhnya.
Ia menambahkan, dengan adanya aturan itu, partainya harus rela Sultan harus meninggalkan Partai Golkar demi kepentingan yang lebih besar.
"Beliau itu orang Golkar. Nah, menurut undang-undang itu kehendak rakyat. Makanya kami harus mengalah untuk kepentingan masyarakat pada umumnya dan Kesultanan Jogja, rakyat Jogja dalam rangka mempertahankan eksistensi Kesultanan," tukasnya.
Sebagaimana RUU Keistimewaan DIY yang telah disetujui dan diahkan DPR dan pemerintah pada Kamis (30/8) kemarin, diatur mengenai Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Pasal 18 ayat 1 huruf (n) mengatur syarat gubernur dan wakil gubernur DIY bukan sebagai anggota partai politik. Syarat itu diatur sebagai penegasan bahwa keberadaan Gubernur juga Sultan HB dan Wakil Gubernur juga Adiputi Paku Alam adalah milik masyarakat DIY tanpa tersekat kelompok politik tertentu.
Baca Juga: