Kamis, 2 Oktober 2025

Suap PON Riau

KPK Periksa Karyawan Wijaya Karya

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan dugaan suap pembahasan Peraturan Daerah untuk

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan dugaan suap pembahasan Peraturan Daerah untuk penyelenggaraan PON di Riau.

Hal itu, terbukti pada hari ini, lembaga super body tersebut menjadwalkan pemeriksaan saksi Ade Wahyu selaku Karyawan PT. Wijaya Karya.

"Yang bersangkutan dimintai keterangannya sebagai saksi untuk pengembangan kasus PON ini, " ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (2/5/2012).

Korupsi PON Riau bermula dari penangkapan tujuh anggota DPRD Riau, dua pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, dan empat pegawai swasta pada 3 April lalu. Dari penangkapan tersebut, KPK berhasil menyita barang bukti sejumlah Rp. 900 juta yang diduga sebagai uang suap tersebut.

Dari pemeriksaan mereka, KPK menetapkan empat tersangka. Masing-masing adalah dua anggota DPRD Riau, Muhammad Faisal Anwan dan Muhammad Dunhir, staf PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero, Rahmat Syahputra dan Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana Dispora Riau, Eka Dharma Putra.

KPK menjerat dua anggota DPRD yang berstatus tersangka itu dengan Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan atau pasal 13 UU pemberantasan korupsi. Staf PT Pembangunan Perumahan (PP) dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi, sedangkan pegawai Dispora dijerat dengan pasal Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.

Namun belakangan uang Rp900 juta yang ditemukan pada Faisal Aswan oleh KPK dikabarkan dana dari konsorsium PT PP, PT Wijaya Karya dan PT Adhi Karya yang diminta Panitia Khusu revisi Perda No 6 tahun 2010 agar revisi itu bisa disahkan.

Hal ini dikatakan Eva Nora, pengacara Eka Dharma Putra usai mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan KPK di Aula Catur Prasetya, Senin (16/4) malam sekitar pukul 22.00 WIB.

"Uang itu bukan dari Dispora, itu dari rekanan konsorsium, PT PP, PT Wika dan PT Adi Karya. Menurut Eka, uang itu permintaan Pansus untuk memparipurnakan Perda 06/2010. Kalau tidak, tidak akan diketok palu," jelas Eva Nora.

Dikatakan Eva lagi, kliennya menjawab 51 pertanyaan oleh penyidik KPK terkait Perda No 6 dan Perda No 5 termasuk juga penangkapan kliennya. "Perda No 5 ditanya atas pengembangan Perda No 6. Kalau Perda 6 itu cuma PT PP yang mengerjakannya, sementara Perda No 5 dikerjakan pekerjaannya oleh konsorsium itu," lanjut Eva.

Pihak dari Pansus yang meminta dana untuk pengesahan revisi Perda itu, kata Eva ada delapan nama. "Ada beberapa pertemuan, ada beberapa nama yang disebutkan, delapan nama. Eka di sini bertindak sebagai penghubung dari rekanan ke dewan. Eka tidak menerima uang," kata Eva.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved