Sabtu, 4 Oktober 2025

Lebaran 2011

Ru'yah Global Jadi Penyelesaian Perbedaaan Penetapan 1 Syawal

Ormas Pusat Studi dan Da'wah Islam (Pusda'i) Fahma Kabupaten Kutai Timur, menilai ru'yah global bisa menjadi tambahan

Editor: Widiyabuana Slay
zoom-inlihat foto Ru'yah Global Jadi Penyelesaian Perbedaaan Penetapan 1 Syawal
Sriwijaya Post/HM Husin
PANTAU HILAL - Selain melakukan peneropongan bulan, tim rukyatul hilal juga melakukan pemantauan hilal melalui GPRS dengan globe

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered

TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Ormas Pusat Studi dan Da'wah Islam (Pusda'i) Fahma Kabupaten Kutai Timur, menilai ru'yah global bisa menjadi tambahan referensi sebagai jalan tengah menyikapi perbedaan penetapan 1 Syawal di Indonesia. Karena itu, wacana ini perlu dijajaki secara serius, arif, dan dengan pikiran terbuka (open minded).

Ketua Pusda'i Fahma Kutim, Bambang Supriyadi, Rabu (31/8/2011), mengatakan sebenarnya telah ada konsensus universal dalam hasil konferensi Islam di Istambul tahun 1978. Dalam konferensi tersebut, dihasilkan tiga keputusan penting terkait penanggalan Islam.

Pertama, sentral penanggalan Islam adalah Mekkah Al Mukarramah. Kedua, hasil ru'yatul hilal di suatu negeri berlaku untuk seluruh dunia. Ketiga, Saudi Arabia wajib menghimpun informasi dari berbagai penjuru dunia dan dilanjutkan menyebarkannya ke seluruh dunia pula.

Karena itu, prinsip yang harus diperhatikan adalah ru'yatul hilal bersifat global. Artinya, bila di suatu negara di dunia telah terlihat hilal, maka penetapan awal bulan baru berlaku pula untuk seluruh dunia.

"Dalam hal ini, Istikmal (penggenapan bulan menjadi 30 hari, red) hanya berlaku ketika tidak ada informasi apapun tentang terlihatnya hilal. Hal ini bisa terjadi karena minimnya teknologi, kesulitan medan geografis, atau terputusnya akses informasi," katanya.

Namun ketika ada informasi yang valid tentang terlihatnya hilal, walaupun tidak terlihat di negara tersebut, maka berlaku pula untuk negara yang tidak melihatnya. Yang dicontohkan Rasulullah adalah membatalkan puasa dan melakukan shalat pada keesokan harinya. Hal ini menjadi sangat penting karena puasa pada 1 Syawal haram hukumnya.

Dengan adanya ru'yah global, suatu negara tidak harus bersikukuh untuk melihat langsung keberadaan hilal hanya di negaranya (ru'yah lokal). Padahal ketika hilal sudah berada di atas ufuk, walaupun belum genap dua derajat, besar kemungkinan di negara lain sudah bisa terlihat.

Contoh konkretnya, hasil ru'yah di Malaysia yang melihat terbitnya hilal di 30 titik tanggal 29 Agustus 2011. Padahal di Indonesia pemerintah menyatakan belum melihat hilal di seluruh titik pengamatan.

Terkait polemik yang terjadi, Pusda'i Fahma Kutim, menyarankan agar pemerintah jangan hanya terpatok pada kondisi geografis Indonesia melalui pemberlakuan mutlak ru'yah lokal. Namun harus memperhatikan pula kondisi terbitnya hilal di negara lain (ru'yah global).

"Harap diperhatikan, bahwa Islam bersifat universal. Bukan hanya di Indonesia. Karena itu jangan hanya menjadikan ru'yah lokal sebagai satu-satunya pegangan. Hisab dan ru'yah bisa menjadi petunjuk yang saling mendukung. Baik ru'yah lokal maupun ru'yah global," katanya.

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved