Merapi Meletus
Rokok Kretek dan Bergelas Kopi Hitam
Amukan dahsyat gunung Merapi sejak 26 Oktober 2010 hingga hari-hari ini masih menyisakan seribu satu kisah
Ketika letusan super dahsyat tanggal 4-5 November 2010, sepanjang malam hingga hari terang, Mbah Rono tak pernah memejamkan mata sedetikpun. Menjelang tengah malam, ia membuat keputusan genting dan krusial karena akan mengubah peta radius bahaya primer Merapi.
Surono sendiri yang memutuskan perluasan radius bahaya dari 15 kilometer menjadi 20 kilometer. Ia mengangkat mikropon radio komunikasi di ruang operasi pemantauan Merapi di BPPTK Yogyakarta, dan mengumandangkan pengumuman maha penting itu.
Suara lelaki asal Cilacap, Jateng itu bisa didengar siapapun lewat radio komunikasi di frekuensi BPPTK Yogyakarta. Lantang, tenang, dan menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi karena keputusannya akan menentukan nasib dan keselamatan ribuan nyawa manusia di lereng-lereng Merapi.
Gambaran kesibukan Mbah Rono terekam jelas saat setengah hari penuh wartawan Tribun mengikuti jejak aktivitasnya di kantor BPPTK Yogyakarta, Sabtu (13/11/2010). Kewibawaannya juga terlihat ketika ia masuk operation room Merapi, yang dipasangi semua peranti dari pencatat seismograf, CCTV, dan sinyal telemetri dari seismograf yang dipasang di lereng gunung.
Semua orang dan staf BPPTK Yogyakarta terdiam ketika Mbah Rono masuk. "Wah, clear ya," katanya sembari mengangkat kedua tangan. Ekspresi senang tampak jelas di wajahnya saat melihat video CCTV situasi di puncak Merapi. CCTV itu terpasang di kawasan Deles, Klaten, lereng timur gunung.
Hari itu Mbah Rono agak kesiangan tiba di kantor BPPTK Yogyakarta, karena lebih dulu bertemu dan berdiskusi dengan pakar vulkanologi dari Jepang. Tiba pukul 13.03 WIB, Mbah Rono terlihat gagah dengan kemeja putih lengan panjang bergaris biru, dipadukan celana biru tua. Saat masuk operation room, Mbah Rono langsung memperhatikan alat pencatat seismograf yang bergerak pelan. Ia sempat diam terpaku sambil mengernyitkan dahi. Tak seorang pun tahu apa yang terpikir di benaknya.
"Terus pantau ya!" pintanya kepada operator seismograf sembari meninggalkan ruangan. Siang itu di meja kerja sementara Mbah Rono, langsung tersedia kopi hitam panas, setumpuk berkas dan koran-koran pagi.
Beberapa rombongan tamu sudah menantinya. Ada dari BP Migas, Litbang Departemen Pertanian, dan beberapa pakar UGM. Agenda lainnya sudah menanti. Mbah Rono mesti melayani peneliti gunung asal Belgia yang tengah membuat film dokumenter tentang Merapi.
Saat berdiskusi, Mbah Rono tampak fasih bercakap dalam bahasa Prancis. Setelah selesai, Mbah Rono kembali mendatangi operation room. "Kalau abu vulkaniknya kayak gini pasti membawa material nih" kata Mbah Rono sembari menunjuk ke monitor CCTV.
Selepas kumandang adzan Magrib, Mbah Rono masih sibuk hilir mudik dari ruang satu ke ruang yang lainnya. "Sibuk Pak?" tanya seorang jurnalis televisi yang mencoba mencegatnya. Mbah Rono hanya tersenyum seraya mengacungkan jari jempolnya.(*)[removed]var geo_Partner = 'c4d7df52-5b34-4483-9180-d547a4bba986'; var geo_isCG = true;[removed][removed][removed]