Sabtu, 4 Oktober 2025

Merapi Meletus

Rokok Kretek dan Bergelas Kopi Hitam

Amukan dahsyat gunung Merapi sejak 26 Oktober 2010 hingga hari-hari ini masih menyisakan seribu satu kisah

Editor: Tjatur Wisanggeni
zoom-inlihat foto Rokok Kretek dan Bergelas Kopi Hitam
tribunjabar
Surono, kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

TRIBUNNEWS.COM -- Amukan dahsyat gunung Merapi sejak 26 Oktober 2010 hingga hari-hari ini masih menyisakan seribu satu kisah. Seperti keping mata uang, selalu ada cerita suka ada duka, ada kisah senang juga yang menyusahkan.

Kejutan juga terjadi ketika erupsi Merapi kali ini menghasilkan ledakan hebat, sesuatu yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah modern bangsa ini. Di balik kedahsyatan alam ini, muncul orang-orang yang bekerja tanpa pamrih, bertaruh nyawa, dan berjibaku dalam kesunyian.

"Jangan tanya kepada saya kapan letusan Merapi berakhir? Seberapa besar? Arahnya ke mana? Yang bikin skenario Merapi. Sutradaranya dia sendiri, pelakunya dia juga. Jadi suka-suka dia sendiri!"

Ucapan itu diulang-ulang Dr Surono menjawab serangkaian pertanyaan yang dilontarkan kepadanya oleh awak media perihal serangkaian erupsi dahsyat gunung di perbatasan DIY-Jateng itu sejak 26 Oktober 2010.

Tribun mendengar langsung ucapan "kuncen" gunung-gunung berapi di Indonesia itu pada Sabtu, 30 Oktober 2010. Ketika itu Surono berada di kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Jalan Cendana, beberapa jam setelah Merapi menyemburkan awan panas sejauh 12 kilometer ke arah Kali Gendol di sektor selatan.

Ketika itu ribuan penduduk di Kecamatan Cangkringan, relawan, anggota TNI/Polri dan SAR, kabur menyelamatkan diri ketika dari arah lereng terdengar gemuruh mengerikan saat hujan abu dan pasir mengguyur belasan desa dan dusun desa.

Muji (42), warga Gondang, Umbulharjo, Cangkringan melukiskan detik-detik petaka itu seperti mendengar ribuan biji batu kali digerojokkan dari bak dump truck secara serentak. Sedang Gunadi (38), juga warga Gondang, melarikan diri seperti dikejar suara ribuan truk.

Mbah Rono, demikian panggilan baru doktor di bidang gunung api lulusan Prancis itu memang jadi tokoh di tengah pusaran amukan Merapi. Dia lah yang jadi eksekutor kapan memutuskan status aktivitas Merapi, kapan memperluas radius bahaya, dan kapan menarik kembali keputusannya.

Rekomendasi yang diputuskan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM ini jadi rujukan semua pihak. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun mengakui, ia patuh pada apa yang diputuskan Mbah Rono.

Popularitasnya mengalahkan Dr Sukhyar, bosnya di Badan Geologi Kementerian ESDM. Mbah Rono sudah hampir tiga minggu berada di Kota Jogja. Ia tiba di Kota Gudeg ini 21 Oktober 2010, sehari sebelum pembukaan Volcano Expo 2010 di BPPTK Yogyakarta.

Sejak itu ia belum pernah sehari pun pulang ke rumahnya di Bandung. Mbah Rono hampir ambruk kepayahan, dan dipaksa beristirahat total di tempat menginapnya, sebuah hotel berbintang di Malioboro. Fisiknya pulih setelah obat mujarabnya, sang istri, datang berkunjung.

"Anda simpan energi, karena kali ini Merapi mengajak kita maraton!" kata Mbah Rono, lagi-lagi kepada jurnalis yang saban hari nongkrong di kantor BPPTK Yogyakarta. Pria kelahiran 8 Juli 1955 ini rupanya telah merasakan efek maraton seperti yang pernah dia ucapkan.

Namun ahli geofisika yang kini jadi "selebriti" di layar kaca, khususnya terkait bencana Merapi, tetap pribadi yang menarik, segar dan humoris di tengah suasana apapun. Meski kelopak matanya sering terlihat membengkak akibat kurang tidur, Mbah Rono tetap sigap melayani siapapun.

Ia juga tak pernah menanggalkan ciri khasnya, sebatang rokok kretek Dji Sam Soe selalu terselip di jemarinya. Satu lagi, segelas kopi hitam tak pernah jauh dari meja kerjanya. Dua benda itu seolah jadi sumber kekuatan yang tak pernah habis bagi Mbah Rono.

"Fisiknya sangat kuat. Kalau mendampingi Pak Surono harus siap nggak tidur-tidur," kata Sarjono, pegawai BPPTK Yogyakarta yang kerap jadi sopir pakar lulusan Teknik Fisika ITB 1982 dan Doktor (S3) dari Universite Joseph Furier, Gronable, Prancis itu. "Kalau nonstop, bisa delapan gelas minuman kopi hitam dihabiskan dalam sehari," imbuh Jono.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved