Ramadan 2019
Ramadan Waktunya Merenungkan Kembali Hubungan Sesama Muslim yang Berbeda Pilihan Politik
Sudah saatnya bulan suci ini dimanfaatkan untuk merenung kembali atas panas-dinginnya hubungan sesama muslim yang berbeda pilihan politik.
KH Cholil Nafis Lc MA PhD
Ketua Komisi Dakwah MUI
TRADISI buka puasa bersama dengan segala rangkaiannya bisa jadi hanya ada di negeri ini.
Jika ada di tempat lain, mungkin di negeri jiran (tetangga) yang memiliki kesamaan tradisi dengan masyarakat kita.
Namun, tradisi buka puasa bersama saat Ramadan pada masyarakat Indonesia tergolong unik.
Keunikannya ada pada muatan budaya lokal yang sangat kental. Guyup, spontan, dan apa adanya.
Sebagai contoh, dalam tradisi masyarakat Betawi, buka puasa bersama di masjid/musala benar-benar sangat dinanti.
Setiap masjid/musala selalu mengadakan buka puasa bersama dengan penyediaan makanan ta'jil secara bergilir sesuai kemampuan.
Untuk penyediaan makanan ta'jil hampir tidak ada yang menolak.
Bahkan ada beberapa orang yang setiap hari menyediakan ta'jil secara senang hati.
Bagi mereka, memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa sama mulianya dengan orang yang berpuasa itu sendiri.
Tentu, tradisi yang dilakukan turun temurun ini ada tujuan besarnya.
Selain untuk meramaikan rumah ibadah (masjid/musala) di bulan penuh berkah, sekaligus sebagai wahana menjalin silaturahim antar sesama yang hari-harinya sibuk bekerja.

Juga untuk mendekatkan hati yang menjauh karena masalah hubungan sosial.
Untuk konteks saat ini, datangnya bulan Ramadan setelah Pemilihan Umum 2019 merupakan momentum yang tepat.
Selama sebulan penuh, kita bisa merangkai kepingan asa karena perbedaan pilihan politik.