GIIAS 2025
Pajak Mobil di Indonesia Tinggi, Gaikindo Sebut Bikin Pasar Stagnan
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan, masyarakat ingin punya kendaraan tapi harganya masih mahal.
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Industri otomotif nasional dibayangi stagnasi penjualan di angka 1 juta unit dan tingginya beban pajak kendaraan bermotor, hingga membuat harga kendaraan kian sulit dijangkau masyarakat.
Industri otomotif adalah sektor yang berfokus pada perancangan, pengembangan, produksi, pemasaran, hingga penjualan kendaraan bermotor, termasuk mobil, sepeda motor, dan kendaraan komersial.
Pertumbuhan pendapatan masyarakat Indonesia hanya 3 persen per tahun, sementara harga mobil meningkat hingga 7,5 persen per tahun, menciptakan kesenjangan harga kendaraan yang kian lebar.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, masyarakat ingin punya kendaraan tapi harganya masih mahal.
"Begitu kita bandingin, ada Toyota Avanza di Indonesia dijual dan diekspor, termasuk ke Malaysia. Di Indonesia, bayar pajak tahunannya hampir Rp 5 juta. Di Malaysia produk yang sama pajak tahunannya Rp 500.000," ungkap Kukuh dalam Dialog Industri Otomotif Nasional "Perang Harga vs Pembangunan Industri, Siapa Untung, Siapa Tertinggal" yang diselenggarakan Indonesia Center for Mobility Studies, GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (31/7/2025).
Baca juga: Gaikindo: Industri Otomotif Nasional Perlu Bertransformasi Hadapi Tantangan Baru
Ia juga menyoroti bahwa harga jual mobil di Indonesia sebenarnya sudah membebani konsumen dengan pajak yang sangat tinggi.
Misalnya mobil dengan harga dasar Rp 100 juta di Indonesia, saat konsumen akan membeli bisa dibanderol hingga Rp 150 juta, karena sekitar Rp 50 juta adalah pajak yang diterapkan pemerintah.
"Begitu besarnya pajak sehingga kemudian pasar mobilnya stagnan. Ini yang harus kita lihat," terang Kukuh Kumara dalam rangkaian acara GIIAS 2025 tersebut.
Menurut Kukuh, kondisi stagnan ini tidak hanya berdampak pada produsen mobil besar, tetapi juga mengancam keberlangsungan industri pendukung seperti pemasok komponen (supplier) tier 1, 2 dan 3, serta pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang terlibat dalam rantai pasok otomotif.
"Mungkin pabrik mobil bertahan, tapi bagaimana dengan supplier? Kalau mereka kemudian hanya suplai ke brand lokal, cukup berat. Gimana mencegah supaya nggak ada PHK? Kita harus menyelamatkan itu, karena sampai di ujungnya ada UMKM. Bukan hanya sampai di bengkel, tapi rekan media pun akan terlibat di sana," ujarnya.
GIIAS 2025
Hyundai Raup 3.017 SPK di GIIAS 2025, Isuzu Naik 52 Persen |
---|
Spesifikasi All-New Subaru Forester 2.5i-S EyeSight yang Meluncur di GIIAS 2025, Berapa Harganya? |
---|
Penjualan Chery di GIIAS 2025 Capai 2.153 Unit, Lini Produk PHEV Dominasi Pesanan |
---|
VinFast Borong Dua Penghargaan di GIIAS 2025 |
---|
GIIAS 2025: Astra Financial-Yayasan Astra Kolaborasi Berdayakan UMKM Batik Cikuya di Tangerang |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.