GIIAS 2025
Gaikindo: Industri Otomotif Nasional Perlu Bertransformasi Hadapi Tantangan Baru
Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dengan penurunan pasar nasional yang disebabkan daya beli
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dengan penurunan pasar nasional yang disebabkan daya beli masyarakat yang menurun.
Industri otomotif adalah sektor yang berfokus pada perancangan, pengembangan, produksi, pemasaran, hingga penjualan kendaraan bermotor, termasuk mobil, sepeda motor, dan kendaraan komersial.
Fenomena penurunan pasar ini mengancam posisi Indonesia sebagai pasar terbesar kendaraan bermotor di kawasan ASEAN.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, setelah mencapai angka penjualan 1 juta unit berkat program Low Cost Green Car (LCGC) pada 2013, pasar kendaraan namun justru merosot menjadi sekitar 800.000 unit pada tahun 2024.
Di tengah penurunan pasar, Fenomena yang ada saat ini justru adanya perang harga kendaraan dari brand-brand yang baru masuk ke Indonesia.
"Kompetisi harga memang menarik, tapi kita tidak ingin ini jadi medan perang harga. Kita ingin Indonesia tetap jadi basis produksi kendaraan bermotor di ASEAN," ungkap Kukuh dalam Dialog Industri Otomotif Nasional "Perang Harga vs Pembangunan Industri, Siapa Untung, Siapa Tertinggal" yang diselenggarakan Indonesia Center for Mobility Studies, GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis (31/7/2025).
Saat ini, Indonesia memang masih menjadi pemimpin pasar otomotif di kawasan Asia Tenggara, dengan pangsa pasar sekitar 25 persen. Sayangnya, angka ini menurun dari posisi sebelumnya yang berada di atas 30 persen.
Baca juga: Karoseri Gunung Mas Madiun dan Trisakti Magelang Terima Sertifikasi Bus Builder dari Hino
Negara pesaing seperti Malaysia kini justru naik ke posisi kedua, menggusur Thailand yang mengalami penurunan tajam dengan penjualan hanya sekitar 500.000 unit di tahun lalu.
Menurut Kukuh, penurunan daya beli kelas menengah menjadi penyebab utama dari stagnasi ini. Kelompok ini sebelumnya menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan industri roda empat, terutama saat program LCGC mampu mengalihkan konsumen roda dua ke roda empat dengan kontribusi hingga 20 persen dari total pasar.
Namun, kini daya beli mereka stagnan, dengan pertumbuhan pendapatan hanya 3 persen per tahun, sementara harga mobil meningkat hingga 7,5 persen per tahun, menciptakan kesenjangan harga kendaraan yang makin lebar.
Baca juga: DCVI Serah Terima 10 Bus Mercedes-Benz kepada 6 PO, Model Tronton 500 2445 ke Rosalia Indah
"Ini yang harus diantisipasi. Di sisi lain ada juga perubahan mendasar, generasi milenial maupun Gen Z ini preferensinya beda, bukan seperti generasi saya (boomer). Ini juga perlu disikapi," terangnya.
Perubahan preferensi generasi muda yang memiliki pandang berbeda terhadap kepemilikan kendaraan, gaya hidup dan orientasi terhadap transportasi lebih fleksibel, serta tidak selalu menjadikan mobil sebagai prioritas utama, menjadi tantangan baru bagi industri otomotif.
Dengan tantangan-tantangan ini, Gaikindo mendorong seluruh pelaku industri untuk merumuskan strategi baru demi menjaga keberlanjutan dan daya saing industri otomotif Indonesia di tengah lanskap pasar yang terus berubah.
GIIAS 2025
Hyundai Raup 3.017 SPK di GIIAS 2025, Isuzu Naik 52 Persen |
---|
Spesifikasi All-New Subaru Forester 2.5i-S EyeSight yang Meluncur di GIIAS 2025, Berapa Harganya? |
---|
Penjualan Chery di GIIAS 2025 Capai 2.153 Unit, Lini Produk PHEV Dominasi Pesanan |
---|
VinFast Borong Dua Penghargaan di GIIAS 2025 |
---|
GIIAS 2025: Astra Financial-Yayasan Astra Kolaborasi Berdayakan UMKM Batik Cikuya di Tangerang |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.