Gaikindo Minta Pemerintah Buat Kebijakan Jangka Panjang: Jangan Musiman, Setelah Naik Dicabut
Semua pihak harus memastikan BEV diproduksi di dalam negeri, bahkan kalau bisa diekspor.
Penulis:
Lita Febriani
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai insentif untuk produk otomotif menjadi langkah strategis untuk mendongkrak penjualan kendaraan dalam jangka pendek.
Pada saat Covid-19 melanda, dengan insentif PPnBM DTP berhasil menaikkan penjualan mobil secara signifikan, meski kondisi ekonomi saat itu juga tidak stabil.
Walaupun saat itu penerimaan negara berkurang, namun hal tersebut bisa kembali normal begitu pasar mobil pulih di tahun berikutnya.
Baca juga: Gaikindo Sebut Industri Otomotif Indonesia Tak Terdampak Tarif Impor Trump
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, pemerintah perlu memikirkan kebijakan yang sifatnya jangka panjang.
"Kami perlu memikirkan kebijakan yang sifatnya long term, bukan seasonal (musiman) yang setelah naik habis itu cabut. Begitu mau habis masa berlakunya semua orang bertanya-tanya apakah nanti kebijakannya diperpanjang apa nggak. Akhirnya orang nggak beli lagi," ungkap Kukuh dalam diskusi "Menakar Efektivitas Insentif Otomotif" yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Gaikindo juga menyarankan evaluasi kebijakan insentif otomotif yang bisa memberi dampak jangka panjang dan memastikan target yang dicanangkan tercapai. Sebagai contoh, target produksi BEV pada 2030 mencapai 600.000 unit.
Semua pihak harus memastikan BEV diproduksi di dalam negeri, bahkan kalau bisa diekspor. Artinya, Indonesia menjadi basis produksi BEV domestik dan ekspor.
Hal tak kalah penting, dia menyatakan, mobil hybrid juga menjadi bagian mobil elektrifikasi. Mobil ICE tidak bisa dikesampingkan, lantaran masih menjadi pilar industri mobil. Begitu pula dengan LCGC yang mengeluarkan emisi rendah dengan harga terjangkau.
"Kami tidak minta utang atau subsidi, melainkan penundaan penyetoran pajak pada periode tertentu. Begitu ekonomi bangkit, penerimaan pemerintah akan kembali," terang Kukuh.
Di sisi lain, pemerintah juga diminta tidak hanya fokus ke satu teknologi, seperti ke mobil hybrid, yang kini juga dilirik di China. Sebab, pada prinsipnya, teknologi otomotif berkembang cepat, sehingga kebijakan harus fleksibel dan bermanfaat.
"Sudah banyak brand China memperkenalkan PHEV. Jadi bukan hanya electric vehicles, tapi dari China juga akan memperkenalkan di sini PHEV. Kemarin teman-teman sudah ada yang mencoba PHEV dari Jakarta ke Bali, satu kali cas dan satu kali isi BBM full luar biasa bisa jalan 1.300 kilometer. Ini adalah bukti nyata untuk save energy. Bisa dibayangkan kalau PHEV digabung dengan bio etanol, kita bisa mengurangi emisi yang luar biasa," jelasnya.
Limbah Sawit Jadi Sumber Energi Berkelanjutan untuk Industri Otomotif |
![]() |
---|
InI Rahasia Dibalik Lancarnya Produksi Perusahaan Otomotif Besar |
![]() |
---|
Menko Airlangga: Pemerintah Perlu Kebijakan Inklusif untuk AI |
![]() |
---|
14 Tahun JAMNAS MOVE: Lebih dari Persaudaraan, Hadirkan Dampak bagi Lingkungan |
![]() |
---|
Pemerintah Siapkan 17 Program Paket Ekonomi 2025, Ini Rinciannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.