Sabtu, 4 Oktober 2025

Program Makan Bergizi Gratis

YLKI Dorong Pemerintah Hentikan Sementara Semua Program MBG Demi Adanya Evaluasi Menyeluruh

Pengurus Harian YLKI, Rafika Zulfa menilai semua program MBG harus dihentikan sementara agar bisa dilakukan evaluasi menyeluruh dari hulu ke hilir.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
MAKAN BERGIZI GRATIS- Sejumlah pelajar menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG) saat launching program MBG di Perguruan Muhammadiyah Antapani, Jalan Kadipaten Raya, Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (25/8/2025). (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN). Pengurus Harian YLKI, Rafika Zulfa menilai semua program MBG harus dihentikan sementara agar bisa dilakukan evaluasi menyeluruh dari hulu ke hilir. 

TRIBUNNEWS.COM - Pengurus Harian Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI), Rafika Zulfa ikut menanggapi soal program prioritas dari Presiden RI Prabowo Subianto, yakni program makan bergizi gratis (MBG) yang belakangan banyak bermasalah.

Terutama terkait adanya kasus keracunan massal yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurut Rafika, program MBG ini harus dievaluasi secara menyeluruh. Mulai dari hulu hingga hilirnya.

"Dari kami, tentu tata kelola, sistem (MBG) harus dievaluasi menyeluruh, dari hulu dan hilirnya. Memang kami belum bisa menyimpulkan apakah memang ini murni kesalahan SPPG, sekolah atau apa."

"Karena itu tadi kami selalu mendorong bahwa ini perlu dievaluasi," kata Rafika dalam program Overview Tribunnews, Rabu (1/10/2025).

Dengan adanya evaluasi menyeluruh ini, maka bisa diketahui di bagian mana masalah MBG ini muncul.

Rafika menilai evaluasi harus dilakukan mulai dari dapur-dapur MBG hingga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di tiap wilayah.

Hasil evaluasi MBG ini juga harus diinformasikan secara transparan kepada orang tua siswa penerima MBG.

Agar masyarakat juga bisa mengetahui letak masalah MBG yang dikonsumsi anak-anaknya ini.

Untuk mendukung evaluasi menyeluruh pada MBG ini, Rafika pun mendorong pemerintah menghentikan sementara seluruh program MBG.

"Dengan adanya evaluasi kita bisa melihat, kita bisa menganalisis, segala sesuatu itu harus dievaluasi dari hulu ke hilirnya. Nanti terlihat, di rantai pangan mana adanya potensi-potensi seperti itu."

Baca juga: BGN Sebut SPPG Seluruh Indonesia Bakal seperti SPPG Polri usai Keracunan Massal MBG, Apa Bedanya?

"Memang kita meminta kepada pemerintah, alangkah baiknya ketika dilakukan evaluasi, baik dari dapur-dapur atau SPPG-nya. Harusnya ada transparansi informasi untuk orang tua konsumen akhir, dalam hal ini yang menerima manfaat orang tua dan para siswa.

"Jadi mereka bisa tahu, selama ini makanan yang kami peroleh, titik atau potensi adanya cemaran itu disini. Jadi segala informasi yang benar dan jelas itu bisa diterima oleh masyarakat," jelas Rafika.

Untuk mendukung evaluasi menyeluruh pada MBG ini, Rafika pun mendorong pemerintah menghentikan sementara seluruh program MBG.

"Kalau kami memang lebih untuk dihentikan total sementara," tegas Rafika.

Menkes Ungkap 3 Penyebab Umum Kasus Keracunan MBG

Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan temuan terkait penyebab keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di sejumlah daerah.

Pihaknya melakukan penyelidikan epidemiologi guna mencari tahu penyebab insiden keamanan pangan tersebut.

Hal itu disampaikan BGS dalam rapat bersama komisi X di DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (01/10/2025).

“Penyelidikan epidemiologi ini selain mencari tahu juga untuk mengetahui langkah atau treatment yang dilakukan ke depan,” tutur Budi Gunadi.

Kemenkes mengambil sampel dari tiga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Makmurjaya di Sirnagalih, Kecamatan Cipongkor, SPPG Majujaya di Neglasari, Kecamatan Cipongkar dan  SPPG Mekarmukti di Kecamatan Cihampelas dengan total kasus korban 1.315.

Baca juga: Menteri HAM Natalius Pigai Klaim Pelaksanaan Program MBG 99,99 Persen Berhasil, Apa Indikatornya?

Budi menerangkan, penyebab keracunan pangan yang sering ditemukan itu ada 3 yaitu bakteri, virus dan zat kimia.

Bakteri terdiri dari salmonella, escherichia coli, bacillus cereus, staphylococcus aureus, clostridium perfringens, listeria monocytogenes, campylobacter jejuni hingga shigella

Virus seperti rotavirus dan hepatitis A virus. Serta zat kimia seperti nitrit dan scombrotoxin.

Dengan demikian, Kemenkes akan memperkuat laboratorium kesehatan daerah (labkesda) di kota hingga kabupaten untuk melakukan penelitian ini.

“Untuk pemeriksaan mikrobiologi dan toksikologi dilakukan untuk menguji bakteri, virus hingga zat kimia yang terkandung pada makanan. Kami siapkan semua,” ujar BGS.

Baca juga: Kasus Keracunan MBG Meningkat, Kepala BGN Minta SPPG Siapkan Mitigasi Psikologis

Kasus Keracunan MBG

Dilaporkan sebanyak 6.517 orang mengalami keracunan sejak program MBG diluncurkan pada Januari 2025. 

Data itu dihimpun sejak Januari sampai akhir September 2025.

Keracunan terbanyak terjadi di Pulau Jawa sebanyak 45 kasus.

Adapun sebanyak tiga wilayah pemantauan MBG, di antaranya wilayah 1 di Pulau Sumatera, wilayah II Pulau Jawa, dan wilayah III untuk Indonesia bagian timur.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rina Ayu Panca Rini)

Baca berita lainnya terkait Program Makan Bergizi Gratis.

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved