Program Makan Bergizi Gratis
Eks Direktur WHO Ungkap Penyebab Keracunan MBG: Bakteri, Cacing hingga Kontaminasi Bahan Kimia
Menurut WHO ada lima hal yang bisa dideteksi di laboratorium untuk menilai sebuah kasus keracunan makanan, termasuk dalam kasus MBG.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyebab banyaknya kasus keracunan massal menu Makan Bergizi Gratis(MBG) akhirnya ditemukan.
Eks Direktur Penyakit Menular WHO, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan kasus keracunan makanan tidak hanya terjadi pada program Makan Bergizi Gratis(MBG) saja.
Setidaknya kata dia menurut WHO ada lima hal yang bisa dideteksi di laboratorium untuk menilai sebuah kasus keracunan makanan.
"Dan ada baiknya lima hal yang bisa dideteksi ini dilakukan di laboratorium kita terkait MBG ini," ujar Prof Tjandra dalam keterangan tertulisnya, Minggu(28/9/2025) malam.
Lima hal yang dimaksud tersebut adalah:
1. Ditemukannya bakteri Salmonella Campylobacter dan Escherichia Coli pada sampel makanan korban keracunan. Selain itu ditemukan juga Listeria dan Vibrio cholerae.
Listeria adalah bakteri bernama Listeria monocytogenes yang menyebabkan penyakit listeriosis, sebuah infeksi yang umumnya ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging olahan, ikan asap, atau produk susu yang tidak dipasteurisasi.
Penyakit ini bisa berbahaya, terutama bagi wanita hamil, bayi baru lahir, lansia, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Baca juga: Seluruh SPPG atau Dapur MBG Kini Wajib Punya Sertifikat Higienis
Sementara vibrio cholerae adalah bakteri yang menyebabkan penyakit kolera, suatu infeksi usus yang ditandai dengan diare berair dan muntah-muntah yang dapat menyebabkan dehidrasi parah hingga mengancam jiwa. Penularan terjadi melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi bakteri kolera.
2. Ada virus yang disebut WHO sebagai jenis norovirus dan virus hepatitis A.
3. Keberadaan parasit seperti cacing trematoda dan cacing pita seperti ekinokokus maenia taenia.
4. Prion sebagai pemicu keracunan makanan. Prion adalah bahan infeksi yang terdiri dari protein contohnya adalah Bovine Spongiform encephalopathy atau BSE.
BSE adalah penyakit progresif dan fatal pada sistem saraf sapi yang disebabkan oleh akumulasi protein abnormal yang disebut 'prion' di jaringan saraf.
5. Waspadai kemungkinan kontaminasi bahan kimia pada makanan

Terkait lima hal itu, menurut Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi ini merujuk pemeriksaan hasil laboratorium terkait sampel MBG di laboratorium kesehatan daerah Provinsi Jawa Barat setidaknya ada dua penyebab keracunan makanan.
Pertama kata dia adalah ditemukan bakteri yang sebagian besar adalah Salmonella pada sampel makanan MBG. Menurut WHO, kontaminasi ini pada umumnya terkait dengan makanan tinggi protein seperti daging, unggas dan telur.
Kemudian yang kedua adalah ditemukan bakteri Bacillus Cereus. Berdasarkan data dari NSW food authority Australia, bakteri tersebut dapat memicu keracunan dan disebabkan karena penyimpanan nasi yang tidak tepat.
Profil Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama
Nama Lengkap: Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama
Gelar Akademik:
Dokter, Universitas Indonesia (1980)
Spesialis Paru, Universitas Indonesia (1988)
Spesialis Paru Konsultan, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (1993)
Diploma TB Control & Epidemiology, Tokyo (1987)
Diploma Tropical Medicine & Hygiene, London School of Hygiene & Tropical Medicine (1994)
Master Administrasi Rumah Sakit, Universitas Indonesia (1998)

Jabatan Saat Ini:
Direktur Program Pascasarjana Universitas YARSI
Guru Besar Pulmonologi & Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Adjunct Professor, Centre for Environment and Population Health, Griffith University, Australia
Governing Board Member, SEAMEO
Pengalaman Profesional:
Direktur Penyakit Menular, WHO SEARO (2018–2020)
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI (2009–2014)
Kepala Badan Litbangkes, Kemenkes RI (2014–2015)
Regional Coordinator & Senior Advisor, WHO SEARO (2015–2020)
Komisaris Utama, PT Itama Ranoraya Tbk (2020–sekarang)
Ketua Dewan Pengawas RSUP Fatmawati (2013–2015)
Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan RS Persahabatan (2001–2006)

Publikasi dan Penghargaan:
Telah menulis lebih dari 192 artikel ilmiah dan 215 artikel populer
Buku: COVID-19 dalam Tulisan Prof.
Penghargaan:
Dokter Teladan (1983)
Penghargaan WHO Tobacco Free World (1998)
Satyalancana Karya Satya XXX Tahun, Presiden RI (2011)
Ksatria Bakti Husada Aditya, Menteri Kesehatan RI (2011)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.