Senin, 29 September 2025

Wamenhan: Perang Narasi dan Infiltrasi Kebijakan Jadi Ancaman Stabilitas Politik dan Ekonomi

Wamenhan mengatakan ada bentuk ancaman berwujud lebih modern terhadap kedaulatan negara, yakni perang narasi dan infiltrasi kebijakan

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Febri Prasetyo
Tribunnews/Gita Irawan
AARON BENG - Wakil Menteri Pertahanan RI Marsdya TNI (Purn) Donny Ermawan Taufanto mengantar Chief Of Defence Force (CDF) Singapura Vice Admiral Aaron Beng usai menemui Menteri Pertahanan RI Sjafrie Sjamsoeddin di Gedung Jenderal Sudirman kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI Jakarta pada Selasa (22/7/2025) siang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Donny Ermawan Taufanto mengatakan ada bentuk ancaman berwujud lebih modern terhadap kedaulatan negara. Ancaman itu dikenal sebagai Narrative and Legal Warfare (NLW) atau perang narasi dan infiltrasi kebijakan.

Menurutnya bentuk ancaman modern ini sangat berbahaya karena bertujuan untuk mempengaruhi opini publik, menciptakan polarisasi, serta berdampak langsung terhadap stabilitas politik dan ekonomi nasional.

"Tujuan dari dua bentuk perang tersebut jelas, memengaruhi opini publik, memanipulasi persepsi, menciptakan polarisasi, hingga mencapai tujuan strategis tertentu yang merugikan kepentingan nasional," kata Donny dalam dialog publik bertajuk "Defence Intellectual Community: Memperkokoh Narasi dan Tatanan Negara untuk Kedaulatan dan Kesejahteraan Bangsa" di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Donny menyatakan serangan NLW itu kerap menargetkan isu-isu terkait komoditas strategis yang tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 2014. Misalnya kelapa sawit, tembakau dan produk pertambangan.

Sektor ini kerap diserang karena krusial bagi perekonomian nasional. Selain sumber utama pendapatan negara, juga penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang.

Guna menangkal serangan ini, Donny menyebut pentingnya menerapkan konsep Defence Intellectual Management (DIM) yang digagas Menhan Sjafrie Sjamsoeddin.

Lewat konsep ini, negara bisa mengatasi masalah kompleks perihal keamanan yang tak mampu diatasi oleh alutsista.

“Kita membutuhkan kemampuan DIM yang multiguna, mampu beradaptasi, dan merespons ancaman nirmiliter yang semakin canggih,” ucapnya.

Senada, Wakil Ketua Komisi I DPR RI sekaligus Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pertahanan RI Dave Laksono menyebut perang narasi dengan memanfaatkan kanal komunikasi modern kerap memakai isu global untuk melemahkan posisi Indonesia.

Narasi negatif dilontarkan untuk membentuk persepsi publik dengan tujuan menyerang lawan pada tingkat domestik maupun global.

"Narasi negatif seringkali diciptakan untuk memecah belah. Kekuatan media dan narasi ini digunakan untuk menyerang lawan-lawan, baik di tingkat domestik maupun global," katanya.

Baca juga: Indonesia-Kanada Tandatangani 3 Kesepakatan: Perdagangan, Pertahanan & Koneksi Antarpelaku Usaha

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Prof. Hikmahanto Juwana mengungkap bahwa proksi asing bahkan dapat menyusup ke dalam pemerintahan guna menekan industri strategis nasional.

Ia mencontohkan pelemahan industri tembakau lewat perjanjian internasional dan kampanye negatif, termasuk dugaan masuknya agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) melalui kementerian. Padahal perjanjian ini tidak diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.

"Mereka menggunakan proksi. Proksinya siapa? Kementerian kita sendiri," kata Hikmahanto. 

Dari perspektif ekonomi pertanian, Guru Besar IPB University Prof. Bungaran Saragih mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan serius keberlangsungan sektor pertanian dari hulu ke hilir.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan