Perkuat Pembayaran Klaim Kecelakaan, DPR Minta Jasa Raharja Jadi Penyelenggara Asuransi Sosial
Komisi XI DPR RI menegaskan pentingnya memperkuat status hukum PT Jasa Raharja sebagai penyelenggara program asuransi sosial.
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi XI DPR RI menegaskan pentingnya memperkuat status hukum PT Jasa Raharja sebagai penyelenggara program asuransi sosial.
Jasa Raharja adalah perusahaan asuransi milik negara Indonesia yang berfokus pada perlindungan korban kecelakaan lalu lintas.
Hal ini dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) RUU Perubahan atas UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) di Kompleks Parlemen, Kamis (25/9/2025).
RDPU dipimpin Ketua Panja RUU Perubahan UU P2SK, Mohamad Hekal, serta dihadiri Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, jajaran direksi Jasa Raharja, perwakilan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), dan Asosiasi Blockchain Indonesia.
“RDPU hari ini bertujuan memberikan pemahaman komprehensif terhadap isu-isu krusial dalam RUU Perubahan P2SK, termasuk pengaturan terkait asuransi sosial. Kehadiran Jasa Raharja menjadi sangat penting karena menyangkut kepastian hukum dalam penyelenggaraan asuransi kecelakaan lalu lintas di Indonesia,” ujar Hekal.
Baca juga: Peringatan Kemerdekaan Indonesia, Jasa Raharja Terus Dukung Asta Cita untuk Indonesia Sejahtera
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya kepastian hukum yang lebih kuat agar Jasa Raharja memiliki posisi berbeda dari perusahaan asuransi komersial.
Komisi XI DPR RI mengurusi bidang Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, serta Perbankan dan Lembaga Keuangan Non Bank.
“Kami ingin menyelesaikan persoalan yang sangat fundamental mengenai asuransi sosial ini, bagaimana kita menyelesaikan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Negara harus hadir menyelesaikan persoalan-persoalan warga negara," jelasnya.
Baca juga: Jasa Raharja Perkuat Keamanan dan Akurasi Data Penumpang di Bandara Ngurah Rai Bali
Ia pun mencontohkan Jasa Raharja yang tidak memiliki instrumen aturan yang jelas dalam memberikan santunan kepada korban kecelakaan lalu lintas.
"Contohnya, apabila ada kecelakaan (lalu lintas), pihak di kendaraan penyebab kecelakaan negara hadir melalui Jasa Raharja memberikan santunan namun ternyata kurang memiliki instrumen aturan yang kuat. Ini tidak benar dan harus diselesaikan,” sambungnya.
Komisi XI DPR RI, kata dia, menilai penguatan status hukum ini akan memperkokoh peran Jasa Raharja dalam melaksanakan mandat negara.
"Harapan kami Jasa Raharja memiliki landasan yang lebih kuat dan kokoh dalam upaya pembayaran klaim kecelakaan. Dengan mereka menjadi kuat, Jasa Raharja bisa menjalankan mandat yang ditugaskan oleh negara dan diatur oleh undang-undang,” jelasnya.
Dalam RDPU sebelumnya bersama pakar, Guru Besar Universitas Indonesia, Prof Hikmahanto Juwana, menyebut Jasa Raharja tidak bisa diklasifikasikan sebagai perusahaan asuransi biasa.
“Jasa Raharja dalam fungsinya sama dengan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, tetapi sistem yang digunakan menggunakan sistem asuransi, namun perbedaannya di BPJS Kesehatan maupun di BPJS Ketenagakerjaan yang ditanggung harus membayar iuran, baik peserta membayar sendiri, oleh perusahaan, atau ditanggung oleh negara bagi yang tidak mampu, namun berbeda dengan Jasa Raharja, mereka yang katakanlah pejalan kaki tidak membayar iuran namun tetap tertanggung apabila mengalami kecelakaan lalu lintas,” ujar Hikmahanto.
Sementara itu, Akademisi Universitas Gadjah Mada, Dr Dian Agung Wicaksono, juga menekankan perlunya pengaturan eksplisit dalam RUU P2SK.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.