Selasa, 7 Oktober 2025

Sekjen KPA: Petani Kian Gurem, Indikator Reforma Agraria Tak Kunjung Jalan

Menurutnya, ironis ketika Indonesia dikenal sebagai negara agraris, tetapi kesejahteraan petaninya justru terpuruk.

Penulis: Chaerul Umam
Tribunnews.com/Chaerul Umam
AUDIENSI DPR KPA - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, menyoroti kondisi mayoritas petani Indonesia yang kini berstatus petani gurem.Hal itu disampaikannya dalam audiensi dengan DPR RI pada Rabu (24/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, menyoroti kondisi mayoritas petani Indonesia yang kini berstatus petani gurem.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) adalah organisasi rakyat yang bersifat terbuka dan independen, didirikan pada 24 September 1994 di Jakarta dan disahkan pada 10 Desember 1995 di Bandung.

Baca juga: Hari Tani Nasional, Ratusan Petani Luapkan Kekesalan kepada Pimpinan DPR RI

KPA bertujuan memperjuangkan terciptanya sistem agraria yang adil di Indonesia, dengan jaminan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan produksi sumber-sumber agraria bagi petani, buruh tani, nelayan, masyarakat adat, perempuan, dan masyarakat miskin kota.

Ia menyebut hal itu menjadi indikator nyata bahwa reforma agraria sejati belum juga dijalankan oleh negara.

Hal itu disampaikannya dalam audiensi dengan DPR RI pada Rabu (24/9/2025).

“Petani kita mayoritas gurem, artinya itu indikator reforma agraria tidak kunjung dijalankan,” ujar Dewi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Gurem sering digunakan untuk menyebut sesuatu yang kecil, tidak terkenal, atau tidak berpengaruh.

Reforma agraria adalah kebijakan dan gerakan untuk melakukan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara adil dan berkelanjutan, terutama untuk kepentingan rakyat kecil seperti petani, buruh tani, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya.

Menurutnya, ironis ketika Indonesia dikenal sebagai negara agraris, tetapi kesejahteraan petaninya justru terpuruk.

"Negara kita negara agraris tapi petaninya miskin-miskin,” katanya.

Baca juga: Peringati Hari Tani Nasional, Petani Bawa 65 Kentungan dan Hasil Bumi Saat Aksi di DPR RI

Dewi menjelaskan, tren guremisasi atau semakin menyempitnya lahan garapan petani kini terjadi secara meluas di berbagai daerah.

“Petaninya makin gurem tidak hanya di seluruh Jawa, Lampung, Bali, tapi juga bahkan di Papua sana petani gurem sudah ada, di Sulawesi Selatan petani gurem sudah ada,” ucapnya.

Ia menambahkan, meluasnya fenomena guremisasi menunjukkan bahwa penguasaan tanah oleh masyarakat kian mengecil dan terkonsentrasi pada pihak tertentu.

“Artinya guremisasi itu sudah meluas dan merata, penguasaan tanah masyarakat itu semakin mengecil,” pungkas Dewi.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved