Suhu NTT Tembus 38°C, Wamen LH: Ini Bukan Lagi Ancaman, Tapi Kenyataan
Wamen LH: Suhu ekstrem bukan siklus alam, tapi ulah manusia. Ulama jadi suara paling dipercaya dalam kampanye iklim.
Ringkasan Utama
Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menyebut krisis iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang sudah dirasakan. Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dengan suhu ekstrem di Kuwait mencapai 51°C dan NTT menembus 38,4°C. Pemerintah menggandeng tokoh agama untuk kampanye sadar lingkungan, karena ulama dinilai sebagai suara paling dipercaya publik dalam isu perubahan iklim.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Wakil Menteri Lingkungan Hidup (Wamen LH) Diaz Hendropriyono menyatakan bahwa krisis iklim global bukan lagi ancaman di depan mata, melainkan kenyataan yang sudah mulai dirasakan masyarakat. Pernyataan itu disampaikan dalam dialog bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat di Kuningan Barat, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025).
“Data menunjukkan 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Di Kuwait suhu mencapai 51 derajat, sementara di Indonesia NTT menembus 38,4 derajat,” kata Diaz.
Diaz menegaskan bahwa lonjakan suhu ekstrem bukan bagian dari siklus alamiah seperti El Nino atau La Nina, melainkan dampak langsung dari aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Ia merujuk pada laporan Climate Central yang menyebut panas ekstrem di kota-kota Indonesia sebagai hasil dari emisi gas rumah kaca dan deforestasi.
“Panas ekstrem bukan karena gunung berapi atau siklus matahari, tetapi karena ulah manusia,” ujarnya.
Diaz juga mengingatkan bahwa jika suhu bumi naik 2°C, es di kutub akan mencair dan permukaan laut bisa naik hingga 7 meter.
Kajian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkirakan bahwa skenario tersebut dapat menenggelamkan sekitar 2.000 pulau di Indonesia pada 2050.
Tokoh Agama Jadi Kunci Kampanye Iklim
Untuk merespons krisis ini, Kementerian LH menggandeng tokoh agama dan masyarakat dalam kampanye sadar lingkungan. Menurut survei Purpose Climate Lab dan YouGov terhadap 3.000 Muslim di Indonesia, ulama adalah pihak yang paling dipercaya publik dalam menyampaikan isu perubahan iklim.
“Yang paling berpengaruh untuk mereka waktu bicara climate change, yang pertama adalah ulama. Berdasarkan studi ini,” kata Diaz.
Baca juga: Indonesia Didorong Jadi Pusat Investasi Hijau Dunia di Tengah Perubahan Iklim
Diaz menambahkan bahwa ajaran agama-agama di Indonesia memiliki nilai-nilai pelestarian lingkungan. Dalam Islam, menanam pohon yang dimanfaatkan makhluk hidup dianggap sebagai amal jariyah. Dalam Kristen, kitab Imamat pasal 25 mengajarkan agar tanah diberi waktu istirahat. Dalam Tripitaka Buddha, menjaga hutan dan sumber air dianggap sebagai jasa yang terus tumbuh.
“Kita butuh menyelamatkan bumi, dan yang kita butuhkan adalah pemuka agama yang bisa memberikan jalan yang baik untuk kehidupan kita semua,” pungkasnya.
Tanda-tanda bumi memanas:
- Suhu tertinggi global 2024: Kuwait 51°C
- Suhu tertinggi Indonesia 2024: NTT 38,4°C
- Potensi pulau tenggelam 2050: ±2.000 pulau (KKP)
- Target emisi Indonesia 2030: Penurunan 31,89 persen (mandiri), hingga 43,2% (dengan dukungan internasional)
- Target pengelolaan sampah nasional: 100% pada 2029 (RPJMN)
perubahan iklim
Suhu Ekstrem
climate change
Suhu bumi
Diaz Hendrapriyono
emisi gas rumah kaca
Tokoh agama
Eddy Soeparno: Indonesia Layak Menjadi Global Climate Change Leader |
![]() |
---|
IDSurvey Dorong Praktik Bisnis Hijau Lewat Pendekatan Riset dan Teknologi |
![]() |
---|
Agroforestri Bukan Tren, Menhut: Tutupan Pohon Jaga Iklim dan Hidupi Rakyat |
![]() |
---|
Pentingnya Kebersamaan Lintas Sektor Menjaga Kelestarian Sungai Ciliwung |
![]() |
---|
Manggung di Pestapora 2025 Hari Ketiga, Sal Priadi Singgung Soal Kepunahan Massal Keenam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.