Selasa, 30 September 2025

Mirip Arab Spring, Asia Spring Bermula dari Demo Pati, Jakarta hingga Nepal, Negara Berikutnya?

Gerakan ini muncul dipicu oleh ketidakpuasan rakyat terhadap rezim otoriter, korupsi, ketimpangan ekonomi, dan represi politik.

Penulis: Hasanudin Aco
Tangkapan layar X/@chandangoopta
GEDUNG DIBAKAR- Demonstrasi di Nepal, sejumlah gedung dibakar termasuk gedung Parlemen Nepal. Demonstrasi di Nepal merebak dengan cepat dalam hitungan hari. Sebanyak 23 orang meninggal, dan 422 orang lebih mengalami luka-luka. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Apakah saat ini sedang terjadi Asia Spring? 

Adakah persamaannya dengan Arab Spring?

Sekilas mengenai Arab Spring

Arab Spring (jika diterjemahkan menurut Google berarti musim semi Arab).

Istilah Arab Spring digambarkan sebagai gelombang protes dan revolusi yang melanda berbagai negara di Timur Tengah dan Afrika Utara mulai akhir tahun 2010. 

Gerakan ini muncul dipicu oleh ketidakpuasan rakyat terhadap rezim otoriter, korupsi, ketimpangan ekonomi, dan represi politik.

Gelombang protes dimulai di Tunisia pada Desember 2010, ketika Mohamed Bouazizi, seorang pedagang kaki lima, melakukan aksi bakar diri sebagai bentuk protes terhadap perlakuan aparat yang sewenang-wenang.

Aksi ini memicu gelombang solidaritas dan protes massal yang menyebar ke negara-negara lain seperti Mesir, Libya, Yaman, Suriah, Bahrain, dan lainnya.

Apa akibatnya? Rezim di Tunisia (Zine El Abidine Ben Ali), Mesir (Hosni Mubarak), Libya (Muammar Gaddafi), dan Yaman ditumbangkan oleh protes rakyat.

Namun setelah aksi yang awalnya bertujuan mulia itu berakhir buruk.

DEMO GEN Z- Demonstrasi skala besar, protes Gen Z terjadi di seluruh Nepal. Sebagian besar diorganisir oleh Gen Z, pelajar dan warga negara muda. Demo dipicu larangan pemerintah terhadap Facebook, X, YouTube, LinkedIn, Reddit, Signal, dan Snapchat, larangan sudah dicabut tapi kemarahan meluas, tuntutan pemberantasan korupsi. Mereka membawa bendera One Piece.
DEMO GEN Z- Demonstrasi skala besar, protes Gen Z terjadi di seluruh Nepal. Sebagian besar diorganisir oleh Gen Z, pelajar dan warga negara muda. Demo dipicu larangan pemerintah terhadap Facebook, X, YouTube, LinkedIn, Reddit, Signal, dan Snapchat, larangan sudah dicabut tapi kemarahan meluas, tuntutan pemberantasan korupsi. Mereka membawa bendera One Piece sama seperti di Indonesia. (Tangkapan layar X/@pewpiece)

Beberapa negara seperti Suriah  dan Libya justru mengalami perang saudara saling memperebutkan kekuasaan.

Platform media sosial kala itu seperti Twitter, Facebook, dan YouTube memainkan peran penting dalam mengorganisir protes dan menyebarkan informasi.

Meski mobilisasi akar rumput saat itu  terutama didorong oleh Facebook (Meta).

Benarkah sekarang sedang berlangsung Asia Spring?

Di tahun 2025 ini, sejumlah negara di Asia terjadi unjuk rasa besar dan berakhir dengan kerusuhan.

Seperti di Bangladesh, Indonesia, Sri Lanka, Thailand, dan Pakistan.

Dan yang terbaru adalah Nepal dengan eskalasi kerusuhan yang begitu besar.

Lalu apakah ini sudah memasuki Asia Spring?

"Sejarah tidak berulang tetapi sering kali berirama," kata Mark Twain, novelis yang dikenal luas.

Kerusuhan Nepal terparah

Minggu ini, para demonstran Gen Z di Nepal turun ke jalan di seluruh negeri Himalaya itu, bentrok dengan polisi, dan memaksa perdana menteri untuk mengundurkan diri. 

Gedung-gedung pemerintah, istana presiden, hotel, dan bangunan milik pemerintah lainnya dibakar.

Para menteri diusir dan terpaksa diungsikan pakai helikopter.

Meski tidak separah  di Nepal, pola kerusuhan serupa muncul di seluruh Asia dalam beberapa tahun terakhir seperti di  Bangladesh, Indonesia, Sri Lanka menarik perhatian global.

Sementara Pakistan dan Thailand juga mengalami agitasi besar dalam beberapa tahun terakhir. 

Seperti halnya Arab Spring, demonstrasi di negara-negara ini didorong oleh ketimpangan, kegagalan tata kelola, otoritarianisme, dengan kaum muda sebagai garda terdepan.

Media sosial, seperti halnya dalam Musim Semi Arab, memainkan peran penting dalam agitasi di Asia.

Dalam kasus Nepal, para pengunjuk rasa Gen Z sendiri—yang berakar kuat di platform daring—mendorong momentum pembentukan pemerintahan baru.

Faktanya, pelarangan aplikasi media sosiallah yang menjadi pemicu protes di Nepal.

Larangan tersebut menyulut kemarahan yang memuncak atas korupsi, nepotisme, dan kecemburuan soal akibat flexing keluarga pejabat di media sosial.

Rezim AS Masuk?

Saat Arab Spring, banyak pergantian rezim tampaknya dipengaruhi oleh Amerika Serikat (AS) saat itu.

AS mengintervensi Timur Tengah untuk kepentingannya sendiri.

Namun, di Asia, baik AS maupun Tiongkok beserta kepentingan mereka yang berbenturan disebut-sebut telah membentuk gerakan dan hasil akhirnya, menurut India Today.

Kronologi protes Musim Semi Arab :

  • Suriah, 15 Maret 2011
  • Libya, 15 Februari 2011
  • Bahrain, 14 Februari 2011
  • Yaman, 27 Januari 2011
  • Mesir, 25 Januari 2011
  • Tunisia, 17 Desember 2010

Setelah aksi bakar diri Bouazizi di Tunisia pada Desember 2010, protes yang berkobar memaksa Presiden Ben Ali meninggalkan negara itu dalam waktu satu bulan.

Protes tersebut melahirkan Konstitusi baru dan sistem demokrasi yang bertahan di Tunisia hingga saat ini.

Arab Spring tampaknya hanya berbuah manis untuk Tunisia, yang memberikan perubahan berarti bagi demokrasi negara itu.

Namun tidak demikian halnya dengan Yaman, Libya, dan Suriah.

Arab Spring membuat Libya dan terutama Suriah larut dalam perang saudara berkepanjangan dengan turut campurnya Amerika Serikat, meski saat ini kondisinya mulai membaik.

Demo Nepal dan Bangladesh yang Terparah

Kerusuhan yang terjadi di Asia Selatan, Nepal dan Bangladesh, saat ini menunjukkan tren yang serupa.

Urutan kronologis protes yang mengguncang Asia :

  • Nepal,  September 2025
  • Indonesia, Agustus 2025
  • Bangladesh,  Juli 2024
  • Pakistan, Mei 2023
  • Sri Lanka, Maret-April 2022
  • Thailand, 2020-21 dan Juni 2025

Patut dicatat, baik Nepal maupun Tunisia adalah negara kecil di mana kekuasaan berpindah tangan dalam hitungan hari. 

Tunisia berpenduduk sekitar 12 juta jiwa, sementara Nepal bahkan lebih kecil lagi, sekitar 3 juta jiwa.

Hasilnya masih belum jelas. Para demonstran Gen Z Nepal sedang bernegosiasi dengan tentara, yang telah mengambil alih kendali sementara negara, untuk memilih pemimpin yang akan memimpin pemerintahan berikutnya.

Di Indonesia, protes besar-besaran meletus memprotes  tunjangan bagi anggota parlemen yang berlebihan, inflasi yang melonjak, dan pembunuhan seorang kurir oleh polisi.

"Mahasiswa, buruh, dan kelompok perempuan turun ke jalan tetapi terlepas dari solidaritas nasional, elite pemerintah yang bersatu dan respons keamanan yang baik serta penonaktifan anggota parlemen membuat aksi berakhir," demikian ulasan India Today.

Apa yang dialami Indonesia dianggap agak mirip dengan pemberontakan yang berhasil diredam di Bahrain.

Di Bangladesh, protes Juli-Agustus 2024 terhadap pembatasan lapangan kerja berubah menjadi tuntutan agar Sheikh Hasina, Perdana Menteri selama 15 tahun, mengundurkan diri.

Ratusan orang tewas dalam agitasi yang disusupi oleh partai politik dan fundamentalis , dan akhirnya menggulingkan rezim Hasina.

Ia terpaksa melarikan diri dari Bangladesh.

Intervensi AS terlihat jelas dalam kasus Bangladesh, menurut berbagai laporan, tetapi intervensi Tiongkok juga diduga terjadi di negara itu.

Protes Sri Lanka tahun 2022 mengakibatkan penggulingan Presiden Gotabaya Rajapaksa.

Lalu ada Pakistan, tetangga India yang bergejolak, yang dikenal karena seringnya terjadi pergantian rezim.

 Protes telah meletus berulang kali atas penangkapan mantan Perdana Menteri Pakistan dan ketua PTI, Imran Khan. Imran Khan digulingkan dalam pemilu April 2022, yang dicurangi oleh militer. Pada Mei 2023, para pengunjuk rasa menargetkan barak militer di Lahore .

Sejak Imran Khan dicopot, panglima militer, Asim Munir, secara efektif memegang kendali, bahkan ketika Perdana Menteri Shehbaz Sharif secara resmi menduduki jabatan tersebut.

Thailand telah menyaksikan protes berkala selama dekade terakhir, yang terbaru pada bulan Juni tahun ini.

Pada bulan Juni, ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Bangkok, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra setelah percakapan telepon yang bocor dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen.

Tindakan tersebut dianggap bertentangan dengan kepentingan nasional, mengingat Kamboja dan Thailand baru-baru ini berselisih mengenai sengketa wilayah.

Berawal dari Demo Pati?

Aksi demonstrasi kolosal di berbagai  kota di Indonesia Agustus 2025 lalu bukan hanya luapan kemarahan rakyat terhadap para wakilnya di parlemen, melainkan sebuah determinasi historik bahwa kekuasaan sejatinya milik rakyat.

Analis Politik Boni Hargens membacanya dalam skala makro bahwa gelombang aksi massa belakangan ini tidak berdiri sendiri dan tidak  terpisah yang dimulai dari Kabupaten Pati , Jawa Tengah, yakni gerakan penolakan kenaikan pajak.

"Kita bisa saja mengkritisi kelemahan skenario managemen efisiensi di Kementerian Keuangan tetapi poinnya bukan hanya di situ," ujarnya.

Sejak peristiwa Pati, Boni mengatakan sebetulnya sudah terlihat ada potensi terjadinya gelombang aksi besar yang bisa melahirkan gerakan kolosal yang boleh kita sebut “Jawa Spring” (Musim Semi Jawa).

Istilah ini, menurut dia, hanya meniru istilah “Arab Spring” atau Musim Semi Arab yang merujuk pada gelombang demokratisasi besar-besaran di Timur Tengah yang dimulai akhir 2010.  

Boni mengatakan Pati di tanah Jawa memiliki sejarah yang istimewa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

"Mereka memulai pembangkangan terhadap rezim kolonial Belanda pada masa lalu," katanya.

Boni berharap hal itu tidak terjadi di Indonesia hari ini maka perlu ada analisis prediktif yang mendalam dalam rangka merumuskan langkah mitigasi dalam konteks “cegah dini.” 

"Dengan pola gerakan yang viral, massif, dan tak terbendung sejak kejadian Pati, semua institusi negara yang relevan disarankan melakukan evaluasi dan analisis yang mendalam serta komprehensif mengenai situasi yang ada dan segera merumuskan langkah cegah dini yang efektif dan akurat," katanya.

Menurut dia sudah saatnya semua institusi publik menerapkan yang namanya “intelligence-led policy” yakni kebijakan yang berbasis pada informasi intelijen yang akurat dan obyektif.

"Informasi intelijen adalah data yang murni dan tidak terkontaminasi oleh kepentingan lain yang kompleks.

 Maka kebijakan publik sudah saatnya berbasis pada informasi intelijen," katanya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan