Selasa, 7 Oktober 2025

Wakil Menteri Hukum: Polisi dan TNI Aktif Bisa Isi Jabatan Publik, tapi Mekanismenya Ketat

Pengajuan anggota Polri dan TNI untuk menduduki jabatan di instansi lain harus berasal dari institusi asal, bukan semata-mata keinginan pribadi

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
JABATAN PUBLIK - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej. iA MENGATAKAN menegaskan bahwa pengisian jabatan di luar institusi oleh anggota Polri dan TNI aktif memiliki mekanisme ketat dan tidak bisa dilakukan secara sepihak. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menegaskan bahwa pengisian jabatan di luar institusi oleh anggota Polri dan TNI aktif memiliki mekanisme ketat dan tidak bisa dilakukan secara sepihak.

Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (8/9/2025).

Baca juga: Ramai-ramai Kecam Dugaan Intimidasi Penulis Opini Kritik Penempatan Jenderal di Jabatan Publik

Sebagai informasi, pengujian ini diajukan oleh dua warga sipil yang merasa dirugikan akibat aturan terkait polisi bisa menduduki jabatan sipi.

Jabatan publik adalah posisi atau peran yang dipegang oleh seseorang dalam pemerintahan atau lembaga negara untuk melayani masyarakat dan menjalankan kebijakan publik.

Baca juga: Panglima TNI Tegaskan Jaga Supremasi Sipil dalam Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Publik

Eddy, sapaan akrabnya, menjelaskan pengajuan anggota Polri dan TNI untuk menduduki jabatan di instansi lain harus berasal dari institusi asal, bukan semata-mata keinginan pribadi. 

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 153 Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

“PPK instansi pusat yang membutuhkan prajurit TNI atau anggota Polri untuk menduduki jabatan tertentu mengajukan permohonan secara tertulis kepada Panglima TNI atau Kapolri dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala BKN,” kata Eddy di ruang sidang MK.

Menurutnya, mekanisme tersebut memastikan adanya kontrol institusional sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih jabatan maupun konflik kepentingan sebagaimana dikhawatirkan para pemohon.

Ia menambahkan, norma dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri dan penjelasannya telah selaras dengan ketentuan perundang-undangan terkait ASN maupun putusan MK sebelumnya.

"Bahwa berkenan dengan pengisian jabatan ASN oleh anggota Polri, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No.15/PUU-XX/2022 dalam pertimbangan," ujar Eddy.

"Ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang No. 5 tahun 2014 yang membuka peluang bagi kalangan non-PNS untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya tertentu sepanjang dengan persetujuan presiden dan pengisian dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam keputusan presiden," sambungnya.

Baca juga: Ramai-ramai Kecam Dugaan Intimidasi Penulis Opini Kritik Penempatan Jenderal di Jabatan Publik

Untuk diketahui, permohonan ini diajukan oleh Syamsul Jahidin, mahasiswa doktoral sekaligus advokat, bersama Christian Adrianus Sihite, lulusan sarjana hukum.

Keduanya menilai aturan dalam UU Polri tersebut membuka peluang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya, sehingga merugikan hak warga sipil untuk bersaing secara adil dalam pengisian jabatan publik.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved