Sabtu, 4 Oktober 2025

Kuasa Hukum Terdakwa Kasus LPEI Minta Kejelasan Audit, Ini Rincian Dakwaan Jaksa di Sidang Pertama

Kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Editor: Choirul Arifin
dok.
SIDANG PERTAMA - Sidang perdana kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 8 Agustus 2025. Kasus ini menghadirkan 3 terdakwa yakni Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT Petro Energy) dan Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal dan Komisaris Utama PT Petro Energy). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mulai digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 8 Agustus 2025. 

Kasus dengan nomor perkara 69/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst ini menghadirkan tiga terdakwa dari PT Petro Energy: Terdakwa I Newin Nugroho (Direktur Utama), Terdakwa II Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan) dan Terdakwa III Jimmy Masrin (Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal dan Komisaris Utama PT Petro Energy).

Sidang pertama mengagendakan pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum, yang memuat tiga tuduhan yakni kontrak fiktif, ketidaksesuaian invoice, dan penyalahgunaan kredit yang disebut tidak sesuai tujuan awal.

Menanggapi dakwaan tersebut, penasihat hukum terdakwa III JM, Dr. Soesilo Aribowo, S.H., M.H., M.Si., resmi mengajukan eksepsi atau keberatan atas pembacaan dakwaan tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya saat ini masih berada pada tahap mendengarkan dakwaan secara utuh sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya.

“Sidang pertama ini sudah dibacakan dakwaan. Kami menyangkal semua tuduhan tersebut dan akan mengajukan keberatan. Kami sadar penuh bahwa esensi keberatan pada kesempatan ini tidak menyangkut materi perkara, melainkan hal-hal yang sifatnya formal," ujarnya. 

"Tetapi dalam eksekusinya memang agak pelik, karena banyak irisan dari beberapa domain hukum seperti Undang-Undang Kepailitan, ketentuan perdata, dan juga pidana,” kata Soesilo.

Ia menambahkan, hingga saat ini utang kepada LPEI masih berstatus current (lancar) dan pembayaran tetap berjalan. Menurutnya, hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam melihat peristiwa perkara secara utuh.

Pihak penasihat hukum juga menyoroti ketiadaan laporan hasil audit kerugian negara dalam berkas perkara. “Dari tiga hal yang ditangguhkan jaksa, mudah-mudahan kami bisa memberikan klarifikasi. Tetapi di dalam berkas perkara tidak ada laporan hasil audit kerugian negara,” tegas Soesilo

Soesilo menegaskan pihaknya membutuhkan waktu yang memadai untuk mempelajari dokumen tersebut secara menyeluruh. 

“Kami selaku penasihat hukum akan menyusun pembelaan khusus terkait LHP ini. Oleh karena itu, saya perlu waktu membaca. Tidak cukup jika hanya bertanya di persidangan lalu langsung melihat hasil pemeriksaan di depan."

"Mungkin butuh lima sampai enam jam untuk mempelajari metode dan detailnya. Kalau hanya di ruang sidang, waktunya tidak cukup. Maka saya minta dokumen itu diserahkan kepada kami untuk dipelajari,” ujarnya.

Baca juga: Kasus Korupsi LPEI, 3 Petinggi Petro Energy Didakwa Rugikan Negara Rp 958 Miliar

Pihaknya menyoroti proses hukum yang dinilai belum menyentuh pihak penyelenggara negara atau internal LPEI. “Ini yang menjadi pertanyaan kami."

"Terdakwa seluruhnya dari pihak swasta, sementara dari pihak penyelenggara negara atau internal LPEI belum jelas prosesnya. Kami berharap ada equal treatment. Jangan sampai pihak swasta sudah diputus terlebih dahulu, sedangkan pihak LPEI belum diproses,” tegasnya.

Dakwaan Jaksa

Jaksa menyebut Jimmy Marsin memperoleh keuntungan sebesar 22 juta dolar AS dan Rp600 miliar dari pembiayaan tersebut.

Jika dikonversi dengan kurs Rp16.298,30 per dolar AS, total kerugian negara akibat perbuatan para terdakwa mencapai Rp 958.562.556.000.

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Terdakwa III Jimmy Masrin selaku pemilik manfaat PT Petro Energy sejumlah 22 juta dollar Amerika dan Rp 600 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara sebesar 22 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 600 miliar," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa menjelaskan, perbuatan ini dilakukan para terdakwa bersama-sama dengan Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI dan Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI

Aksi mereka berlangsung pada kurun waktu 2015 hingga 2019.

Baca juga: KPK Sita Toyota Alphard Terkait Kasus Korupsi LPEI dari Anggota DPR

"Para terdakwa menggunakan underlying dokumen pencairan berupa PO dan Invoice yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya untuk mencairkan fasilitas pembiayaan dari LPEI kepada PT Petro Energy," ujar jaksa.

Jaksa menegaskan bahwa fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI kepada PT Petro Energy digunakan tidak sesuai dengan tujuannya. 

Perhitungan kerugian negara dalam perkara ini didasarkan pada laporan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Para terdakwa telah menggunakan fasilitas pembiayaan kredit yang diberikan LPEI kepada PT Petro energy tidak sesuai dengan tujuan fasilitas pembiayaan," ucap jaksa.

LPEI adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau dikenal juga sebagai Indonesia Eximbank. LPEI adalah lembaga keuangan khusus milik pemerintah yang berfungsi berfungsi mendukung program ekspor nasional melalui pembiayaan ekspor nasional yang diberikan dalam bentuk pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan advisory services, serta mengisi kesenjangan yang terjadi dalam pembiayaan ekspor.

Awal Mula Perkara Dugaan Korupsi di LPEI

Kasus korupsi LPEI ini mencuat setelah KPK menetapkan lima orang tersangka pada 3 Maret 2025. 

Selain tiga nama yang akan segera disidang, dua tersangka lainnya berasal dari internal LPEI, yaitu Direktur Pelaksana I Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan.

Perkara ini bermula pada periode 2015–2017 saat PT Petro Energy (PE) menerima fasilitas kredit dari LPEI senilai total 60 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 988,5 miliar yang dicairkan dalam tiga termin.

KPK menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam proses pemberian kredit tersebut. 

Pihak direksi LPEI diduga telah mengetahui bahwa kondisi keuangan PT Petro Energy tidak sehat, dengan current ratio di bawah 1, yang mengindikasikan kesulitan dalam membayar kewajiban lancar. 

Selain itu, LPEI juga diduga tidak melakukan inspeksi yang semestinya terhadap agunan yang diajukan. PT Petro Energy juga disinyalir menggunakan kontrak-kontrak palsu sebagai dasar pengajuan kredit. 

Meskipun mengetahui hal tersebut dan pembayaran kredit termin pertama macet, direksi LPEI dinilai tetap membiarkan dan tidak melakukan evaluasi, sehingga pencairan kredit terus berlanjut.

Majelis hakim menetapkan sidang akan dilanjutkan pada 15 Agustus 2025 dengan agenda pembacaan eksepsi, sebelum berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi dan pembuktian.

Laporan Reporter: Mario Christian Sumampouw

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved