Selasa, 30 September 2025

Abolisi dan Amnesti dari Presiden RI

Kuasa Hukum Ungkap Makna di Balik Pemberian Amnesti Hasto: Prabowo Sadar Ada yang Salah

Maqdir mengklaim, makna di balik pemberian amnesti ini karena Presiden Prabowo sadar proses hukum Hasto ada yang janggal.

|
Penulis: Rifqah
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS/IMANUEL NICOLAS MANAFE
BICARA SOAL AMNESTI - Penasihat Hukum Eks Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Jakarta, Rabu (6/8/2025). TRIBUNNEWS/IMANUEL NICOLAS MANAFE. Maqdir mengklaim, makna di balik pemberian amnesti ini karena Presiden Prabowo sadar proses hukum Hasto ada yang janggal. 

TRIBUNNEWS.COM - Penasihat hukum Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail, mengatakan makna pemberian amnesti dari Presiden Prabowo Subianto kepada Hasto karena sang presiden menyadari ada sesuatu yang salah dalam proses hukumnya.

KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka karena dituding terlibat dalam kasus suap kepada eks Komisioner KPU RI periode 2017-2022 Wahyu Setiawan, agar Harun Masiku yang kini masih buron, bisa ditetapkan sebagai anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024.

Hasto pun divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku itu.

Namun, kini bebas karena mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo.

Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti diberikan melalui undang-undang atau keputusan resmi lainnya.

Dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 pada Pasal 4 dijelaskan dengan pemberian amnesti, semua akibat hukum pidana terhadap orang-orang yang diberi amnesti dihapuskan.

Maqdir pun mengklaim, makna di balik pemberian amnesti ini karena Prabowo sadar proses hukum dari penyelidikan hingga penyidikan ada yang janggal, terutama saat penyidikan perkara Harun Masiku.

"Saya melihatnya, pemberian amnesti oleh Bapak Presiden kepada Mas Hasto ini karena ada kesadaran bahwa ada sesuatu yang salah dalam proses hukum, mulai dari penyelidikan, penyidikan. Terutama penyidikan terhadap perkaranya Harun Masiku," katanya dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews.com di program Ngocak Febby, Kamis (7/8/2025).

"Karena tanggal 10 Juni atau Juli 2024, ada penyitaan terhadap HP dan lain-lain yang dipegang oleh stafnya Mas Hasto, sementara dia bukan siapa-siapa, bukan jadi apa-apa, jadi saksi juga tidak," imbuhnya.

Dari situlah, kata Maqdir, tercium bau kejanggalan dalam kasus ini.

Karena itulah, Prabowo mencoba untuk memperbaikinya dengan memberikan amnesti kepada Hasto.

Baca juga: KPK Buru Harun Masiku Usai Hasto Kristiyanto Bebas, PDIP: Kenapa Baru Sekarang?

"Dari sisi itu, kita sudah bisa lihat bahwa ada sesuatu yang janggal dalam proses hukum yang terjadi

"Kesadaran bahwa ada yang salah inilah, saya kira, itu yang dicoba diperbaiki oleh Presiden dengan menggunakan hak prerogatif ini (amnesti), maknanya itu," ujarnya.

Maqdir juga menyinggung KPK yang sebelumnya menetapkan Hasto sebagai tersangka.

Dia pun meminta agar KPK introspeksi diri setelah adanya kebijakan amnesti dari Prabowo untuk Hasto ini.

"Pimpinan KPK harusnya introspeksi mengenai perkara ini, apalagi kan pimpinan-pimpinan baru itu adalah betul-betul pimpinan baru yang mereka tidak mengikuti bagaimana perkara ini sejak awal," ucapnya.

KPK diketahui menetapkan Hasto sebagai tersangka pada 24 Desember 2024 dan diumumkan langsung oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto.

Pada Februari 2025, setelah Hasto diperiksa, KPK kemudian menahannya di Rutan KPK selama 20 hari pertama. 

Kasus Harun Masiku merupakan kasus lama yang terjadi sejak 2019, tetapi Setyo berdalih mempunyai bukti baru sehingga bisa menetapkan Hasto sebagai tersangka.

Penetapan tersangka Hasto ini pun dinilai PDIP kental dengan aroma politisasi hukum dan kriminalisasi karena selama perkara bergulir di pengadilan, tidak ada satupun bukti yang mengaitkan Hasto dengan kasus tersebut.

Apalagi, pemanggilan Hasto oleh KPK dimulai sejak sekjen partai berlambang banteng moncong putih itu kritis terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. 

Terlebih, penetapan tersangka itu dilakukan setelah PDIP memecat tiga orang kadernya yakni Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

Selain divonis 3,5 tahun, Hasto sebelumnya juga dihukum untuk membayar pidana denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Dalam perkara ini, Hasto dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. 

Pertimbangan Pemberian Amnesti

Selain Hasto yang mendapatkan amnesti, terpidana  kasus korupsi impor gula, eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong juga mendapatkan abolisi dari Presiden.

Abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan/baru akan berlangsung.

Dengan pemberian abolisi oleh Presiden ini, maka penuntutan terhadap seseorang atau sekelompok orang dihentikan dan ditiadakan.

Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menyampaikan bahwa pertimbangan diberikannya abolisi dan amnesti itu adalah demi kepentingan bangsa dan negara, khususnya menjaga kondusivitas nasional menjelang perayaan HUT ke-80 RI.

“Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa."

"Dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen kekuatan politik yang ada di Indonesia,” katanya, usai rapat konsultasi bersama DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (31/7/2025).

Supratman menegaskan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari langkah besar pemerintah dalam membangun persatuan nasional. 

Abolisi terhadap Tom Lembong diberikan bersamaan dengan amnesti kepada 1.116 orang lainnya yang telah diverifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Surat pengajuan abolisi dan amnesti itu disampaikan langsung oleh Menteri Hukum kepada Presiden.

“Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan,” katanya.

Jaksa sebelumnya mendakwa Hasto telah memberi suap kepada mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang jadi buron sejak 2020.

Hasto pun disebut memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel agar tidak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

Hasto juga dikatakan memerintahkan Harun Masiku stand by di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.

Jaksa bahkan mengatakan bahwa Hasto juga memerintahkan anak buahnya untuk menenggelamkan ponselnya menjelang diperiksa KPK. 

Perbuatan Hasto itulah yang dinilai Jaksa membuat Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.

Terkait suap, Jaksa mendakwa Hasto menyuap Wahyu Setiawan Rp600 juta, agar mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

Hasto disebut memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. 

Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih menjadi buron.

(Tribunnews.com/Rifqah/Igman)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved