Senin, 29 September 2025

Korupsi di PT Timah

Adik Pengusaha Hendry Lie Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta di Kasus Korupsi Timah

Fandy Lingga dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta

Tribunnews/Mario Christian Sumampow
Lanjutan sidang pengelolaan komoditas timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi timah, Fandy Lingga, dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/8/2025).

Fandy merupakan mantan marketing di PT Tinindo Inter Nusa (TIN) dan diduga terlibat dalam pengelolaan timah ilegal yang merugikan negara hingga Rp300 triliun.

Ia juga adik dari pengusaha Hendry Lie, pendiri Sriwijaya Air yang sebelumnya divonis 14 tahun penjara.

Jaksa meyakini Fandy bersalah melakukan korupsi bersama sejumlah pihak, termasuk jajaran PT Timah, pengusaha Harvey Moeis serta Helena Lim yang merupakan pemilik PT Quantum Skyline Exchange (QSE).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Fandy Lingga dengan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di Rutan," kata jaksa saat membacakan amar tuntutan.

Selain hukuman penjara, Fandy juga dituntut membayar denda Rp500 juta.

"Menghukum Terdakwa membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," lanjut jaksa.

Baca juga: Kuasa Hukum Tom Lembong Sikapi Pernyataan Jokowi

Jaksa menyatakan Fandy melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam surat dakwaan sebelumnya, Fandy disebut turut menyetujui pembentukan perusahaan boneka seperti CV Bukit Persada Raya dan CV Sekawan Makmur Sejati.

Perusahaan itu digunakan PT Timah untuk mengalirkan dana pembelian bijih timah dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.

Fandy juga disebut mewakili PT Tinindo dalam sejumlah pertemuan dengan jajaran direksi PT Timah, termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Alwin Albar.

Pertemuan itu membahas permintaan bijih timah sebesar 5 persen serta pelaksanaan kerja sama penyewaan peralatan pengolahan logam, meski smelter swasta tidak memiliki competent person (CP).

Jaksa menyebut Fandy menyetujui pembayaran "biaya pengamanan" kepada Harvey Moeis, yang dicatat seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) dari smelter swasta.

Fandy juga disebut menyetujui pembayaran biaya pengamanan sebesar USD25.000 per bulan kepada PT QSE yang dimiliki Helena Lim, sejak kerjasama pengolahan logam berlangsung.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan