Senin, 29 September 2025

Wacana Pergantian Wapres

Ketua Fraksi PKB MPR Jelaskan Alur Mekanisme Surat Pemakzulan Gibran yang Dikirim Eks Jenderal

Zulfa Hiz menjelaskan, alur mekanisme surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gihran Rakabuming Raka, yang dikirim sejumlah purnawirawan TNI.

Penulis: Chaerul Umam
Tribunnews.com/Chaerul Umam
PEMAKZULAN GIBRAN - Ketua Fraksi PKB MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025). Ia menjelaskan soal alur mekanisme surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gihran Rakabuming Raka, yang dikirim sejumlah purnawirawan TNI. (Tribunnews.com/ Chaerul Umam) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi PKB MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz menjelaskan, alur mekanisme surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gihran Rakabuming Raka, yang dikirim sejumlah purnawirawan TNI.

Ada empat purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut, yakni: 

• Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi (Mantan Wakil Panglima TNI)

• Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan (Mantan KSAU)

• Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto (Mantan KSAD)

• Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto (Mantan KSAL)

Meski hingga saat ini, kata Neng Eem, DPR belum menerima info terkait surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Hal itu disampaikannya usai menjadi narasumber dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia dengan tema "Menterjamahkan Makna 4 Pilar Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

"Saya Ketua Fraksi PKB MPR RI, saya juga belum menerima info itu dari kesetjenan, saya juga memang belum nanya juga," ungkap Neng Eem.

Neng Eem menegaskan bahwa dirinya langsung mempelajari mekanisme pemakzulan tersebut.

Menurutnya, proses pemakzulan seorang wakil presiden tidak sederhana karena harus melalui tahapan hukum dan politik yang ketat.

"Karena kalau kita lihat ketika ada itu saya langsung mempelajari mekanismenya seperti apa untuk sampai di MPR," katanya.

Ia menjelaskan bahwa sebelum perkara tersebut dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK), DPR harus terlebih dahulu membahas dan memutuskan apakah pelanggaran yang dituduhkan benar-benar bersifat konstitusional dan signifikan.

"Ternyata mekanismenya juga sebelum ke MK harus juga diakomodir DPR, di DPR kemudian dibahas apakah ini perlu atau tidak, apakah ini melanggar undang-undang, ada sesuatu krusial yang dilanggar oleh wakil presidennya ada atau tidak," ucapnya.

Apabila DPR menyetujui adanya pelanggaran, maka proses berlanjut ke MK untuk diuji secara konstitusional. 

MK berwenang memberikan keputusan final terkait kebenaran tuduhan tersebut.

"Kalau menurut DPR itu ada maka itu bisa disampaikan ke MK, nah di MK dibahas lagi, nanti keputusan MK itu kan dikasih kewenangan inkrah," ucapnya.

Namun, jika MK tidak menemukan pelanggaran konstitusi, maka proses pemakzulan tidak bisa dilanjutkan ke MPR. 

Sebaliknya, jika MK menyatakan adanya pelanggaran, DPR dapat kembali mengusulkan digelarnya Sidang Istimewa MPR.

"Kalau ternyata di MK sudah diputuskan bahwa ini ada pelanggaran konstitusi misalkan seperti itu, terus nanti diambil lagi DPR terus diusulkan untuk sidang istimewa," ucapnya.

Neng Eem menegaskan bahwa proses ini tidak bisa dilakukan secara instan dan harus mengikuti prosedur yang ketat.

Sebab itu, ia meminta semua pihak tidak berspekulasi secara berlebihan terhadap isu tersebut.

"Jadi prosesnya panjang, tapi kita ini kalau surat paling hari ini beberapa hanya mungkin mengkaji, melihat, tidak bisa karena kalau MPR ada mekanismenya," tandasnya.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan