Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Hasto Merasa Jadi Korban di Pusaran Kasus Suap PAW, Terjebak dalam Manuver Wahyu Setiawan
Hasto Kristiyanto menyebut dirinya sebagai korban dalam pusaran kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, memposisikan dirinya sebagai korban dalam pusaran kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI.
Ia menyebut adanya kesepakatan dana operasional yang diinisiasi oleh eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Baca juga: Tak Ada Perintah Hasto untuk Suap Wahyu Setiawan, Febri Diansyah: Bukti Lengkap di Sidang Duplik
Hal itu diungkapkan Hasto saat membacakan duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Menurut Hasto, dirinya terjebak dalam manuver yang ia sebut sebagai "ayo mainkan" dari Wahyu Setiawan.
Manuver ini terkait kesepakatan dana operasional yang juga melibatkan Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Harun Masiku.
"Terdakwa menjadi korban ‘ayo mainkan’ Wahyu Setiawan dengan kesepakatan dana operasional yang juga untuk kepentingan pribadi," ujar Hasto di hadapan majelis hakim.
Dalam pembelaannya, Hasto dengan tegas membantah terlibat dalam skenario suap tersebut.
Ia menyebut, baik atas nama pribadi maupun sebagai Sekjen PDIP, ia tidak pernah memberikan persetujuan untuk kebijakan apa pun yang melanggar hukum.
Baca juga: Tanggapi Pleidoi Hasto Kristiyanto, Jaksa KPK Bacakan Replik Hari Ini
Sebagai bukti, Hasto mengaku pernah menegur keras Saeful Bahri ketika mengetahui adanya permintaan uang kepada Harun Masiku untuk memuluskan jalan menjadi anggota dewan melalui mekanisme PAW.
"Terdakwa selaku sekjen partai maupun secara pribadi, saya tidak pernah menyetujui langkah-langkah kebijakan partai di luar proses hukum," katanya.
Lebih lanjut, ia berargumen bahwa selama persidangan tidak terbukti adanya niat jahat (mens rea) dari dirinya.
Hasto juga menekankan bahwa ia tidak menerima keuntungan pribadi sedikit pun dari perkara ini.
Untuk memperkuat pembelaannya, Hasto merujuk pada yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1276 K/Pid/2025.
Menurutnya, putusan tersebut relevan karena menyatakan unsur pemberian suap harus benar-benar terbukti dilakukan oleh terdakwa secara langsung, yang ia klaim tidak terjadi pada dirinya.
Dua Kasus Menjerat Hasto, Suap dan Perintangan Penyidikan
Hasto Kristiyanto terjerat dalam dua perkara sekaligus.
Pertama, kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku.
Kasus ini bermula dari dugaan suap senilai Rp 600 juta yang diberikan kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk memuluskan proses Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW.
Suap tersebut diberikan agar Harun dapat menggantikan Nazarudin Kiemas, caleg PDIP Dapil Sumatra Selatan I yang telah meninggal dunia.
Uang diberikan melalui perantara kader PDIP Saeful Bahri dan staf Hasto bernama Donny Tri Istiqomah.
KPK menduga Hasto mengetahui, merestui, dan berperan dalam skema pengkondisian tersebut, meski ia membantah keterlibatan langsung.
Harun Masiku sendiri telah dinyatakan buron sejak Januari 2020 dan hingga kini belum tertangkap.
Kedua, kasus perintangan penyidikan buronan Harun Masiku.
Perkara ini mencuat setelah penyidik KPK menangkap Kusnadi, asisten pribadi Hasto, yang membawa sejumlah barang elektronik penting.
Hasto diduga mengatur strategi untuk menyembunyikan informasi dan barang bukti penting terkait Harun Masiku.
Ia pun ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan perintangan penyidikan sesuai Pasal 21 UU Tipikor.
Tuntutan: 7 Tahun Penjara dan Denda Rp600 Juta
Atas perbuatannya, jaksa menuntut Hasto dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menyatakan, Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar hukum, baik dalam kapasitas pribadi maupun sebagai pejabat partai.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.