Senin, 6 Oktober 2025

Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud

Sejarah Chromebook, Laptop Buatan Google dalam Kasus Korupsi di Kemendikbudristek

Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim memilih Chromebook dalam proyek pengadaan laptop di Kemendikbudristek 2019-2022.

|
TRIBUNJAKARTA.COM/ELGA PUTRA
LAPTOP CHROMEBOOK - Tampilan Chromebook hasil hibah Kemendikbudristek yang digunakan di SMP 89 Jakarta. Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan laptop chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019-2022. 

TRIBUNNEWS.COM – Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019-2022 yang menyeret eks Mendikbudristek Nadiem Makarim masih bergulir.

Kasus dugaan korupsi ini disebut merugikan negara sekitar Rp 1,98 triliun. 

Pengadaan laptop berbasis Chromebook menelan anggaran hingga Rp 9,3 triliun, untuk sekitar 1,2 juta unit.

Saat ini sudah ada empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Jurist Tan, mantan staf khusus Nadiem; Ibrahim Arief, mantan konsultan Kemendikbudristek; Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek; dan Mulyatsyah, Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek.

Mengenai Chromebook, Nadiem pernah menjelaskan alasannya memilih laptop itu dalam proyek pengadaan. Dia mengklaim harga laptop itu lebih murah daripada laptop lain dengan spesifikasi yang sama.

"Bukan hanya itu, Chrome OS itu gratis, sedangkan operating system lainnya itu berbayar dan bisa sampai Rp1,5 juta sampai Rp2,5 juta tambahan," kata Nadiem, Selasa, (10/6/2025).

Menurut dia, laptop Chromebook membuat pemerintah bisa mengontrol aplikasi sehingga peserta didik terlindungi dari pornografi serta judi online. Akan dibutuhkan biaya tambahan jika pemerintah menggunakan laptop lain.

Sejarah Chromebook

Chromebook adalah nama sejumlah lini produk yang menggunakan sistem operasi Chrome OS buatan Google. Produk itu adalah laptop, tablet, dan komputer desktop.

Dikutip dari laman resmi Blog Google, Chromebook berawal dari upaya Google untuk memecahkan masalah lambatnya komputer dihidupkan dan lemotnya perangkat keras.

Google lalu mendesain komputer yang bisa dihidupkan dengan cepat, aman, mudah, digunakan, dan perangkat lunaknya selalu mutakhir.

Komputer itu akhirnya diberi nama Chromebook dan diluncurkan perdana pada tahun 2011 dengan menggandeng dua raksasa teknologi, yakni Acer dan Samsung.

Dua tahun berselang Google merilis Chromebook Pixel yang memiliki layar sentuh 3:2. Menurut Google, Chromebook Pixel telah mengubah cara orang menggunakan laptop mereka.

Baca juga: Kondisi Laptop Chromebook di Riau: 4 Tahun Tak Terjamah, Dinilai Tak Efektif buat Pembelajaran

Lalu, pada tahun 2015 Google merilis Chromebook pertama yang mengusung teknologi USB-C. Teknologi itu memungkinkan orang untuk memindahkan data dan mengisi daya laptop dengan cepat.

Dua tahun kemudian raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu meluncurkan Chromebook yang dibekali dengan chip keamanan Titan C guna mengamankan perangkat itu dan melindungi identitas penggunanya.

Di samping itu, Google meluncurkan Chromebooks for Education untuk membantu para guru dan siswa memutakhirkan pengalaman belajar.

Google bekerja sama dengan ACER, ASUS, Dell, HP, Lenovo, Samsung, AMD, Intel, MediaTek, Qualcomm, dan lainnya untuk membuat Chromebook dalam berbagai ukuran dan spesifikasi.

Chromebook Disebut tidak efektif

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar pernah mengatakan Chromebook dinilai tidak efektif digunakan ketika proyek pengadaan laptop sedang berlangsung.

Pasalnya, pada tahun 2019 persebaran jaringan internet di Indonesia belum merata.

Harli mengatakan saat itu sudah 1.000 laptop Chromebook yang diuji. Lalu, diambil kesimpulan bahwa laptop itu tidak efektif untuk digunakan oleh siswa.

"Padahal itu dilakukan bukan menjadi kebutuhan pada saat itu. Kenapa? Kalau tidak salah pada tahun 2019, sudah dilakukan uji coba terhadap penerapan Chromebook itu terhadap 1.000 unit tidak efektif," kata Harli, Jumat, (27/6/2025).

"Kenapa tidak efektif? Karena internet di Indonesia saat itu belum sepenuhnya sama."

Dia menyebut ada dugaan pemufakatan jahat dari beberapa pihak dengan membuat kajian tentang pengadaan laptop di sektor pendidikan.

Baca juga: Kejagung Sudah Periksa 80 Saksi di Kasus Chromebook, Satu Sosok Tidak Hadir

Namun, pihak tersebut justru mengarahkan kepada tim teknis Kemendikbudristek agar menggunakan laptop berbasis OS Chromebook meski sudah terbukti tidak efektif.

"Mengarahkan kepada tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan TIK supaya diarahkan pada penggunaan laptop berbasis operating system Chromebook," katanya.

Chromebook memang mengandalkan peramban Chrome yang menjadi antarmuka utama tempat mengerjakan sebagian besar tugas. Oleh karena itu, Chromebook juga sangat bergantung pada koneksi internet.

Laptop itu menawarkan performa yang cepat mengerjakan tugas berbasis web, waktu booting yang cepat, dan pengoperasian yang lancar.

Akan tetapi, Chromebook juga memiliki kelemahan, yaitu relatif kesulitan menjalankan aplikasi berat dan multitasking.  Chromebook umumnya menggunakan prosesor dengan kemampuan lebih rendah dibanding laptop biasa.

Jumlah perangkat lunak pada Chromebook juga terbatas karena laptop itu lebih mengandalkan aplikasi berbasis web. Di samping itu, 

Duduk Perkara

Pengusutan kasus ini bermula pada tahun 2020 ketika Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan mulai dari dasar hingga atas.

Hal itu bertujuan untuk pelaksanaan asesmen Kompetensi Minimal (AKM).

Padahal saat pengalaman uji coba pengadaan peralatan TIK berupa Chromebook 2018-2019, hal itu tidak berjalan efektif karena kendala jaringan internet.

Berdasarkan pengalaman uji coba tersebut dan perbandingan beberapa operating system (OS), tim teknis yang mengurus pengadaan itu membuat kajian pertama dengan merekomendasikan penggunaan spesifikasi OS Windows.

Namun, saat itu Kemendikbud Ristek justru mengganti spesifikasi pada kajian pertama itu dengan kajian baru dengan spesifikasi OS berbasis Chromebook. Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya.

Kemudian, terungkap bahwa terdapat grup WhatsApp bernama "Mas Menteri Core Team" yang dibentuk pada Agustus 2019 oleh Jurist Tan bersama-sama dengan Nadiem Makarim dan eks stafsus Nadiem, Fiona Handayani.

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan grup WA itu dibentuk untuk membahas mengenai rencana pengadaan laptop chromebook.

"Pada bulan Agustus 2019 (Jurist Tan) bersama sama dengan saudara NAM dan saudari FN membentuk grup whatsapp bernama "Mas Menteri Core Team" yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila nanti NAM diangkat Pada tanggal 19 Oktober 2019 NAM diangkat sebagai Menteri," kata Qohar.

Pada Desember 2019 atau selang dua bulan setelah Nadiem dilantik, Jurist Tan mewakili Nadiem menemui Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK).

Pertemuan itu guna membahas teknis pengadaan TIK menggunakan spesifikasi ChromeOS.

Jurist Tan lalu menghubungi tersangka Ibrahim dan Yeti membicarakan pembuatan kontrak yang nantinya diperuntukkan untuk Ibrahim.

Kontrak itu dibuatkan untuk Ibrahim agar dia dipekerjakan di PSPK sebagai konsultan teknologi yang nantinya bertugas di Warung Teknologi di Kemendikbudristek.

Ketika itu, Jurist Tan dan Fiona selaku stafsus Nadiem memimpin serangkaian rapat Zoom dengan tersangka Multasyah, Sri, dan Ibrahim.

Dalam rapat, Jurist Tan meminta agar ketiga tersangka untuk melakukan pengadaan laptop di Kemendikbudristek menggunakan spesifikasi ChromeOS.

Lalu, pada Februari dan April 2020, Nadiem Makarim bertemu perwakilan Google yang berinisial WKM dan PRA membicarakan pengadaan laptop di Kemendikbudristek.

Dari hasil pertemuan itu, ditindaklanjuti oleh Jurist Tan dengan melakukan pertemuan kembali dengan perwakilan Google tersebut.

"Membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek menggunakan ChromeOs di antaranya co-invesment 30 persen dari Google untuk Kemendibudristek," papar Abdul Qohar.

Adapun co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendibudristek akan dicairkan apabila pengadaan laptop chromebook itu bisa terlaksana di Kemendikbudristek tahun 2019-2022.

Pada 6 Mei 2020, Jurist Tan kembali menggelar rapat secara daring yang dihadiri oleh Ibrahim, Sri, dan Multasyah yang langsung dipimpin oleh Nadiem Makarim.

Dalam rapat itu, Nadiem memerintahkan agar anak buahnya tersebut melaksanakan pengadaan laptop menggunakan spesifikasi Chromebook dari pihak Google untuk tahun 2020-2022.

"Sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan," kata Qohar.

(Tribunnews/Febri, Hasanudin Aco)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved