Senin, 6 Oktober 2025

Jokowi 10 Tahun Presiden: Aktif di Dunia, Absen di PBB hingga Anies Bereaksi

10 tahun jadi Presiden Indonesia, Jokowi justru melewatkan panggung diplomasi paling prestisius, SU PBB, hingga mantan rival, Anies, bereaksi

Penulis: Abdul Qodir
Dokumentasi Agus Suparto
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di The Apurva Kempinski Bali, Selasa (15/11/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama 10 tahun menjabat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) aktif di berbagai forum dunia lintas lima benua, namun absennya ia di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memicu kritik keras, termasuk dari mantan calon presiden (capres), Anies Baswedan.  

Meski menjelajahi lima benua dan hadir di puluhan forum internasional, Jokowi selama dua periode menjabat Presiden RI (2014–2019, 2019–2024) belum sekalipun menghadiri panggung diplomasi paling prestisius bernama SU PBB.

"Bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri," ujar Anies Baswedan dalam pidato kunci Rapimnas I Gerakan Rakyat bertema 'Geopolitik Global dan Masa Depan Indonesia', di Jakarta, Sabtu, 13 Juli 2025.

Menurutnya, sebagai negara besar dengan posisi strategis di kawasan Indo-Pasifik, Indonesia seharusnya tampil aktif dalam forum politik global, tidak hanya dalam diplomasi ekonomi.

Anies menilai absennya Presiden di forum PBB sebagai kehilangan momentum dalam diplomasi internasional.

“Kalau kita tidak aktif di dunia internasional, kepala negara tidak pernah datang. Cuma kita bayar iuran jalan terus,” kritik Anies.

Baca juga: Puan Balas Kritik Anies, Yakin Prabowo Bakal Hadir di PBB

Daftar Kunjungan Internasional Jokowi 2014–2024

Sepanjang dua periode, Jokowi mencatatkan lebih dari 40 kunjungan resmi ke luar negeri, dengan fokus pada penguatan ekonomi, kerja sama perdagangan, dan investasi strategis. 

Berikut ringkasan agenda diplomatik Jokowi selama 10 tahun menjabat Presiden RI:

  • 2014–2015: Debut internasional ke Tiongkok (APEC), Australia (G20), Myanmar (KTT ASEAN), Jepang, dan Arab Saudi.2016–2018: Meningkatkan
  • hubungan dagang dan infrastruktur dengan India, Amerika Serikat, dan negara ASEAN lainnya.
  • 2019–2021: Kunjungan ke Kuala Lumpur dan Abu Dhabi sebelum pandemi, lalu beralih ke diplomasi virtual.
  • 2022: Lawatan penting ke Jerman (KTT G7), Ukraina dan Rusia dalam misi perdamaian, serta Tokyo dan Seoul.
  • 2023–2024: Ekspansi diplomatik ke Afrika (Kenya, Tanzania, Mozambik, Afrika Selatan), serta pertemuan bilateral dengan AS, China, India, dan negara Teluk.

Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi juga menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 di Bali pada 2022 dan World Water Forum ke-10 di 2024.

Fokus Ekonomi, Kurang Representasi Politik Global

Para pemimpin ASEAN termasuk PM Jepang Fumio Kishida berfoto bersama di KTT AZEC. Fumio Kishida mengungkapkan ada 3 masalah yang dihadapi Jepang dan Asia pada masa mendatang, yakni dekarbonisasi, mobil generasi mendatang dan digital.
Para pemimpin ASEAN termasuk PM Jepang Fumio Kishida berfoto bersama di KTT AZEC. Fumio Kishida mengungkapkan ada 3 masalah yang dihadapi Jepang dan Asia pada masa mendatang, yakni dekarbonisasi, mobil generasi mendatang dan digital. (Foto Kantor PM Jepang)

Kebijakan luar negeri Jokowi dikenal menitikberatkan pada diplomasi ekonomi. Hal ini terbukti dari sejumlah hasil kunjungan:

  • Di Brussels (2016), Indonesia mengakselerasi perundingan CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) dengan Uni Eropa.
  • Dalam KTT APEC 2014, Indonesia menjaring 10 kesepakatan kerja sama bilateral strategis.
  • Di AS (2024), Jokowi dan mitra bisnis mendiskusikan kolaborasi sektor teknologi dan energi hijau.
  • Kunjungan ke Afrika tahun 2023 membuka peluang baru kerja sama investasi dan pertahanan.

Baca juga: Istana Tegaskan Tarif Impor Amerika 32 Persen Bagi Indonesia Bukan Akibat RI Gabung BRICS

Namun, minimnya kehadiran di forum politik seperti PBB memunculkan kritik soal “kekosongan diplomasi simbolik”.

Menurut pengamat hubungan internasional dari CSIS, Dr. Philips Vermonte, “Kehadiran kepala negara di forum seperti Sidang Umum PBB bukan hanya simbolik, tapi mempertegas posisi strategis Indonesia dalam isu global seperti Palestina, perubahan iklim, dan perdamaian dunia.”

Absennya Presiden RI di forum tahunan yang dihadiri lebih dari 190 kepala negara ini disebut-sebut membuat Indonesia kurang terlihat dalam dinamika geopolitik dunia, meski secara ekonomi aktif.

Kuat di Ekonomi, Redup di Politik Global

Selama 10 tahun kepemimpinannya, Jokowi menorehkan rekam jejak diplomasi global yang kuat, terutama dalam ranah ekonomi dan investasi.

Namun, kealpaan hadir di Sidang Majelis Umum PBB menjadi catatan serius yang menimbulkan kritik, termasuk dari Anies Baswedan.

Strategi diplomasi ke depan perlu lebih seimbang antara agenda ekonomi dan politik global, agar suara Indonesia tetap terdengar lantang dalam tatanan dunia yang makin kompleks dan dinamis.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved