Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Baca Pleidoi, Hasto Merasa Mulai Ditekan Sejak Tolak Kehadiran Timnas Israel ke Indonesia
Dalam pleidoinya, Hasto mengatakan bahwa ia mengalami tekanan semenjak menolak kehadiran timnas Israel pada Piala Dunia U-20 di Indonesia.
TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan kasus perkara dugaan suap dan peringatan penyidikan terdakwa Hasto Kristiyanto pada Kamis (10/7/2025).
Dalam pleidoi atau nota pembelaan setebal 108 halaman yang ditulisnya sendiri, Hasto mengatakan bahwa dirinya mengalami tekanan semenjak menolak kehadiran timnas Israel dalam perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Menurut Hasto, aspek ideologi dan historis sikap PDI Perjuangan (PDIP) yang ia suarakan tersebut berhubungan dengan pernyataan dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955 di Bandung.
"Kesepakatan politik tersebut ditandatangani oleh pemerintah Republik Indonesia dengan memberikan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina."
"Sikap tersebut dijalankan dengan konsisten sebagai sebuah prinsip," ucap Hasto di PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis.
Kemudian, pada tahun 1962, Indonesia menolak kehadiran delegasi Israel dalam acara Asian Games hingga mendapatkan sanksi dari Komite Olimpiade Dunia.
Sebagai jawaban atas sanksi itu, sambung Hasto Kristiyanto, Indonesia mempelopori penyelenggaraan Games of New Emerging Forces (GANEFO).
"Guna memeriahkan pesta olahraga internasional ini, maka didirikan Gelora Bung Karno. Dengan demikian, eksistensi Gelora Bung Karno berkaitan erat dengan sikap penolakan terhadap Israel," ujar Hasto.
Meskipun sikap kritis PDIP itu mengakibatkan terjadinya penurunan elektoral partai, tegas Hasto, kebenaran adalah kebenaran yang tak bisa ditransaksikan selain harus diperjuangkan.
Menurutnya, saat ini rakyat Indonesia mengetahui dan menyadari kebenaran sikap politik PDIP itu, apalagi setelah menyaksikan kejahatan kemanusiaan tanpa batas yang dilakukan Israel di Gaza.
Kini dunia juga melawan Israel karena pelanggaran terhadap kemanusiaan, keadilan, dan kedaulatan suatu bangsa tak bisa ditoleransi.
Baca juga: Bangku Pengunjung di Pengadilan Tipikor Jakarta Ditambah Jelang Hasto Bacakan Pleidoi
"Sementara saya menerima kriminalisasi hukum yang salah satunya disebabkan oleh penolakan terhadap kehadiran Israel menjadikan proses daur ulang kasus ini sebagai konsekuensi atas sikap politik yang saya ambil."
"Meskipun harus menghadapi tekanan dan intimidasi, kami diajarkan di PDI Perjuangan bahwa berbagai tantangan yang dihadapi adalah bagian dari pengorbanan terhadap cita-cita dan kesetiaan pada perjuangan ideologi partai yang selaras dengan kepentingan nasional Indonesia," tutur Hasto.
Hasto berujar, sikap penolakan terhadap Israel itu lalu menjadi awal proses daur ulang perkara Harun Masiku.
Hal itu menurutnya tampak dari intensitas ancaman yang diiringi berbagai pemberitaan mengenai Harun Masiku yang terus meningkat.
"Pada April 2023 hanya terdapat 2 pemberitaan, pada bulan Agustus 2023 naik menjadi 2.226 pemberitaan di media sosial dan 48 di media online," ungkap Hasto.
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dituntut 7 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku dan perintangan penyidikan.
Pembacaan tuntutan disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada sidang yang digelar hari ini, Kamis (3/7/2025) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," kata JPU KPK.
Dalam tuntutannya, JPU KPK juga mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan untuk Hasto Kristiyanto.
Hal yang memberatkan, kata JPU, Hasto disebut tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya.
“Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU.
JPU juga mengatakan hal yang meringankan dalam tuntutan terhadap Hasto.
“Terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa memiliki tanggungan keluarga dan terdakwa tidak pernah dihukum,” jelas JPU.
(Tribunnews.com/Deni)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.